Minggu, 06 Mei 2018

Kesan pertama makan sushi, ternyata rasanyaa...

Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM    : 175231011
Kelas : PBS 2A
Hasil Observasi Mencicipi Masakan Asia.

Kesan pertama makan sushi, ternyata rasanyaa...

Selamat datang kembali dalam blog saya, Indah Bekti Wijayanti. Mungkin kalian semua sudah tahu, apa yang akan saya bicarakan kali ini. Kali ini saya membahas tentang kesan dan hasil observasi saya terhadap suatu caffe yang menyediakan khusus masakan Jepang. Sebetulnya postingan saya ini saya buat untuk memenuhi tugas kuliah saya, mata kuliah Metodologi Studi Islam. Hah? Tidak, saya tidak salah tulis, ya memang postingan ini dilatarbelakangi tugas dari mata kuliah yang sudah saya sebut tadi. Awalnya saya pun tidak peecaya, dan tidak menyangka akan mendapat tugas semacam ini. Tapi ya sudahlah, sebagai mahasiswa saya hanya bisa menjalani apapun yang menjadi kehendak dosen, dosen memang berhak bertindak semaunya terhadap mahasiswanya asal tidak melanggar norma dan aturan yang ada.
Baiklah langsung saja masuk kepada topik pembahasannya. Dalam tugas kali ini, kami diminta untuk mengobservasi seputar suatu caffe yang sudah ditentukan dan berbeda setiap kelompoknya, dan setiao kelompoknya beranggotakan 3 orang. Sedang caffe yang diminta berada di area kota Solo, dan caffe tersebut adalah caffe yang berharga selangit. Di sini saya diminta untuk membuat esei berujud refleksi Anda sebagai mahasiswa Islam. Bagaimana Anda memaknai kopi atau masakan Asia? Apa menu yang Anda pesan? Bagaimana rasanya? Bagaimana suasana kafe/resto yang Anda tempati? Dan, Bagaimana fenomena tersebut menurut nilai-nilai Islam? Ya begitulah tugas yang saya dapatkan.
Entah bisa dibilang musibah ataupun apa, tapi sebetulnya saya sangat tidak srek mendapatkan tugas ini. Apalagi caffe yang saya sapatkan adalah tempat makan atau restoran Jepang, yang makanannya sangat asing bagi saya. Yakni restoran yang bernama Niagara Sushi. Nama tersebut sangat asing sekali di telinga saya, apalagi makanan-makanan yang mereka sediakan, seperti belum pernah saya rasakan. Selain tempat dan menu yang sangat asing bagi saya dan membuat perasaan saya menjadi tidak enak, adalah tempat dari restoran tersebut berada, yakni Solo Paragon Mall. Mall yang memiliki kesan mahal dibandingkan mall-mall yang lainnya di kota Solo. Apalagi bagi kami para mahasiswa, khususnya saya yang tinggal di kost.
Sebetulnya setelah saya browsing di internet, Niaga Sushi ini sebetulnya juga buka outlet di Solo Square, Mall yang lebih sering saya kunjungi dibanding Paragon, dan di Solo Square sebetulnya terkesan lebih murah. Entah kenapa si Bapak Dosen memilihkan kami di tempat yang terbilang mahal, mungkin memang sengaja ingin "menguras" kantong kami. Hal inilah yang membuat saya menjadi memiliki sedikit rasa benci dan memiliki kesan jahat kepada dosen saya tersebut. Bagaimana tidak, seharusnya Bapak Dosen mengerti keadaan kami yang notabenenya masih mahasiswa dan belum memiliki penghasilan sama sekali. Belum lagi kondisi perekonomian dari masing-masing orang tua kami yang berbeda-beda keadaannya. Bukankah tugas ini membebani? Apalagi kami "dipaksa" untuk memesan makanan yang sangat asing di lidah kami, bahkan makanan yang saya pesan akhirnya hanya saya makan satu suapan saja. Bukankah mubazir? Seharusnya sebagai dosen perguruan tinggi Islam, Bapak dosen juga harus mempertimbangkan hal ini.
Bukankah lebih baik memberikan tugas yang lebih bermanfaat? Saya harap Bapak membaca tulisan ini dan tidak meneruskan tugas yang semacam ini lagi nantinya, agar tidak ada lagi mahasiswa yang menghamburkan uang untuk hal yang kurang bermanfaat. Saya sangat menyayangkan adanya tugas ini, karena masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk mengobservasi gaya hidup anak muda di zaman sekarang. Bahkan di caffe yang saya datangi waktu itu, sama sekali tidak ada anak muda di sana. Kalau memang Bapak menginginkan kami mengikuti gaya hidup bapak, tentu kami belum bisa untuk saat ini, belum tepat waktunya. Mohon maaf apabila saya lancang dalam mengatakan hal ini, namun hal ini juga termasuk dalam refleksi saya mengenai tugas dari Bapak.
Baiklah saya akan mulai membahas lebih dalam tentang caffe yang saya datangi bersama dengan 2 orang teman saya yang lain. Kesan pertama yang terliat dari luar caffe adal suasana jepang yang sangat kental, mulai dari lampion-lampion yang bertuliskan huruf kanji, yang terlihat sangat cantik dan mewah. Begitu masuk caffe, ternyata tidaklah terlalu luas, hanya ada beberapa meja di sana, dan hanya satu meja yang terisi. Terasa sekali sangat privat suasana di sana. Ketika saya datang di sana hanya terdapat satu rombongan Bapak-bapak yang terlihat sedang rapat membahas pekerjaan. Terlihat sangat sepi, tak ada anak muda satu pun di sana, hanya para pramusaji yang meramaikan tempat tersebut. Saya dan teman-teman memilih duduk di pojokan dekat jendela, di sana terdapat tempat yang cocok untuk berfoto.
Tak lama setelah kami duduk, datang pelayan memberikan buku menu makanan dan minuman. Kami membuka-buka seluruh halaman dari depan sampai belakang, tentu kami, khususnya saya sangat bingung akan memesan apa, selain karena menu-menu makanan yang sangat asing bagi, juga karena harganya yang selangit dan itu belum termasuk dengan pajaknya. Akhirnya dengan kebingungan saya memilih secara acak menu makanan dan minumannya. Saya memilih sushi bernama "crab delight" dan minuman bernama "orange coco squash". Untuk minumannya sangat segar di lidah saya dan cocok-cocok saja tidak ada yang aneh, tapi untuk minuman seperti itu terasa sangat mahal jika di bandrol Rp. 26.000,- dan belum termasuk pajaknya. Dan yang paling sangat saya sesali adalah makanannya, yakni sushi yang diisi dengan kani atau crab stick dan ditambah dengan potongan timun lalu ditutup dengan lembaran rumput laut baru kemudian nasi di bagian luar dengan ditambah telur ikan juga.
Begitu makanan dihantarkan tercium bau yang amat menyangat dan amis bagi saya. Sejak itu saya merasa sangat tidak ingin untuk memakan makanan tersebut. Namun karena saya harus mereview atau membahas makanannya, saya paksakan untuk memakan satu potong. Begitu masuk ke dalam mulut saya, rasanya ingin langsung saya muntahkan, namun saya tahan dan tetap saya kunyah sambil berusaha menahan rasa muntah. Saya merasa sedikit rasa segar ketika saya menemukan timun dalam mulut saya, dan sedikit menutup rasa amis, namun setelah itu tetap rasa amis yang menyelimuti mulut saya. Setelah itu saya mencoba untuk membuat rasanya lebih baik lagi dengan membuat campuran soyu dan wasabi. Tetapi ketika selesai mencampur dan kemudian mencicipi dengan sumpit, rasa wasabinya sedikit aneh dan membuat saya tidak jadi memakannya lagi. Sudah cukup eneg yang saya rasakan, saya tidak ingin mengulanginya, sehingga hanya saya makan satu potong saja, sisanya saya biarkan.
Yang membuat saya merasa tidak tenang sampai saat ini adalah, saya lupa menanyakan tentang kehalalan makanan dan minuman yang ada di sana. Saya pun sepertinya tidak melihat label halal atau semacamnya di sana. Sebagai mahasiswa muslim,menurut saya sangatlah penting untuk mencantumkan kehalalan suatu produk, makanan khususnya. Karena tidak semua orang ingat untuk menanyakannya, apalagi apabila menu yang dipesan banyak, tidaklah mungkin untuk menanyakan satu persatu, tentu akan menghabiskan waktu. Memang caffe tersebut tidak berbasis Islami, namun melihat lokasi di mana caffe tersebut berdiri, yakni di tempat dimana mayoritas penduduknya muslim, tentu harusnya pihak caffe juga berfikir kreatif agar lebih mengundang pengunjung lagi, khususnya kaum muslim, yakni dengan mencantumkan label halal bagi makanannya. Karena dilihat juga dari bahan-bahan makanannya yang asing dan tidak banyak yang tahu tentang kehalalannya.
Keluar dari makanan yang disediakan, saya cukup nyaman dengan suasanan dan pelayanannya. Tempat yang sangat cocok untuk berfoto bersama ataupun selfie. Meja dan kursi yang disusun dengan rapih juga menambah rasa nyaman tersendiri. Tapi jika ditanya apakah saya ingin kembali kesana lagi? Saya menjawab dengan mantab, tentu saja tidak. Karena selain menguras kantong saya, makanan yang disediakan juga tidak cocok dengan lidah saya. Mungkin cukup sekian hasil observasi dan refleksi yang saya berikan. Semoga bermanfaat. Terimakasih.








Sabtu, 24 Maret 2018

Kesan Pertama "Mondok" 24Jam di Ponpes Nurul Qur'an

Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM    : 175231011
Kelas : PBS 2A

Kesan Pertama "Mondok" 24Jam di Ponpes Nurul Qur'an

Perkenalan singkat, saya Indah Bekti Wijayanti, mahasiswa Perbankan Syariah di IAIN Surakarta. Saat ini Maret, 2018 saya masih berada di jenjang semester dua. Pada kesempatan ini saya akan menceritakan kesan saya, sekaligus berbagi pengalaman bagaimana saya yang sebelumnya tidak pernah mondok, kali ini akan tinggal di pondok walaupun hanya 1x24 jam. Dan pastinya juga untuk memenuhi tugas saya pada mata kuliah Metodologi Studi Islam.

Awalnya memang saya terkejut dan memang terasa berat begitu mendengar bahwa saya akan mendapat tugas untuk tinggal di suatu pondok pesantren. Tetapi apa boleh buat, sebagai mahasiswa hanya bisa menerima apapun tugas dari sang Dosen. Namun sesuatu hal terjadi kepada perasaan diri saya setelah selesai tinggal di ponpes yang tidak pernah terfikir sebelumnya. Penasaran? Mari kita lanjutkan.

Proses Berburu Pondok Pesantren

Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, berawal dari tugas, akhirnya saya bersama 4 orang teman saya yang lain yang telah tergabung dalam satu kelompok mencari ponpes di daerah Klaten bersama dengan kelompok lain yang lebih memahami daerah Klaten. Awalnya saya dan teman-teman berniat mencari ponpes di Boyolali, tetapi sudah banyak kelompok lain yang sudah mendapatkan ponpes di sana dan sepertinya lebih baik mencoba mencari di Klaten dahulu. Saya masih ingat saat itu hari Rabu, tanggal 7 Maret kalau tidak salah, selesai mata kuliah hari itu, sekitar pukul 10 pagi saya bersama teman-teman yang lain mulai berangkat menuju Klaten, setelah menunggu berjam-jam hingga semua anggota terkumpul.

Di bawah langit yang sangat terik di Klaten saat itu kami bersama-sama mulai menyusuri jalan. Dengan 7 buah motor yang berjalan beriringan sudah seperti touring anak geng motor. Pesantren pertama yang kita datangi terlihat sangat modern dan satu lokasi dengan sekolah, entah khusus santri atau bukan. Setelah perwakilan dari kami berbicara dengan salah satu pengurus ponpes, kami diminta untuk menunggu pimpinan ponpes di ruang tamu yang cukup luas. Setelah lumayan lama menunggu, pengurus ponpes yang tadi datang kembali dan mengatakan bahwa pimpinan ponpes tersebut sedang ada kesibukan, dan tidak bisa menemui kami. Si pengurus mengatakan bahwa beliau hanya mau ditemui oleh dua orang perwakilan dari kami di ruangannya. Setelah agak lama menunggu akhirnya dua teman kami kembali dengan ekspresi wajah yang tidak meyakinkan, dan tak lama kemudian kami pun berpamitan.

Selepas dari ponpes pertama, kami berlanjut menuju ponpes kedua. Berbekalkan google maps kami mencari lokasi ponpes tersebut, karena kami mengetahui ponpes tersebut juga dari google. Jarak dari ponpes pertama menuju ponpes kedua lumayan jauh, memasuki pusat kota Klaten. Selain itu, kami sempat berputar-putar karena jalan yang diarahkan lumayan membingungkan. Bahkan kami sempat bertanya dengan warga sekitar, tetapi tetap saja kita kebingungan. Sampai akhirnya kami bertemu dua orang siswi yang sedang berjalan pulang. Kami bertanya tentang lokasi ponpes dan dengan penjelasan mereka akhirnya kami menemukan ponpes tersebut. Sesampainya di ponpes kedua, kami mendapati gerbang tertutup namun tidak dikunci, kami mengucap salam dan menyapa tetapi tidak ada yang menyahut, saya mengintip dan yang terlihat dari luar pagar hanya ada kucing yang berkeliaran di area ponpes. Lumayan lama kami menunggu, sampai kemudian dari kejauhan terlihat ada dua orang yang berjalan menuju tempat kami dan wajahnya tidak asing lagi. Ternyata dua orang siswi yang tadi kami tanyai mengenai lokasi ponpes. Rupanya mereka berdua adalah santri dari ponpes tersebut, yang kita tunggu.
Setelah gerbang dibuka kami dipersilahkan masuk dan menunggu pengurus ponpes di suatu bangunan seperti pendopo yang kemudian kami ketahui di situlah pusat kegiatan santri tersebut. Sangat lama kami menunggu pengurus tersebut keluar menemui kami. Sampai waktu dhuhur datang dan santri yang tadi kami temui menyuruh kami kami untuk sholat terlebih dahulu. Selepas sholat masing-masing, pengurus yang kami tunggu-tunggu belum juga keluar. Seperti tidak digubris kedatangan kami, kami sempat memutuskan untuk berpamitan saja, karena merasa niat kedatangan kami sudah ditolak mentah-mentah. Namun, ketika kami memanggil dan mencoba untuk berpamitan, kami malah disuruh menunggu sebentar lagi. Setalah menunggu lagi dengan waktu yang tidak sebentar sampai kami mulai kelaparan akhirnya pengurus ponpes tersebut keluar dan kami hanya mengobrol sebentar dengan beliau karena nyatanya kami harus menemui pimpinan ponpes yaitu Bapak Kyainya, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perizinan.
Dengan diantar dua santri yang kami temui tadi, olehnya kami diantat menuju ponpes putra yang letaknya tidak terlalu jauh dari ponpes putri tadi. Kami kesana untuk menemui Bapak Kyai pimpinan ponpes tersebut. Sesampainya di ponpes putra, dua orang perwakilan dari kami dan ditemani dua santri yang tadi menemui pimpinan ponpes tersebut, dan setelah menunggu lagi lumayan lama, akhirnya mereka keluar dan mengatakan bahwa kami diizinkan tinggal di sana untuk melakukan observasi memenuhi tugas kuliah.
Setelah dari ponpes putra, kami semua berniat mencari makan siang karena sudah sangat kelaparan. Setelah selesai makan siang, kami berencana mencari ponpes lagi karena saat itu terdapat 3 kelompok dalam rombongan kami, dan satu ponpes hanya boleh ditinggali satu kelompok saja. Namun saat itu ada beberapa orang dari kami yang memiliki acara dan tidak bisa ikut mencari ponpes lagi. Akhirnya diputuskan hanya 6 orang saja yang akan mencari ponpes lagi, sedangkan sisanya termasuk saya, pulang dan tidak ikut mencari lagi, karena saya sudah merasa lelah.

Dua hari setelahnya, tepatnya hati jum'at, kelompok saya berniat akan mencari ponpes lagi tetapi di daerah Boyolali, dengan ditemani satu teman lain yang rumahnya Boyolali dan lebij mengetahui secara pasti lokasi ponpes. Namun karena saya ada kesibukan lain yakni mengerjakan tugas mata kuliah lain yang juga berkelompok, saya jadi tidak ikut berburu ponpes di Boyolali. Juga satu teman saya yang juga anggota kelompok tidak bisa ikut karena ingin pulang ke rumah. Akhirnya hanya empat orang yang mencari ponpes di Boyolali. Dan saya hanya mendapat cerita dari teman saya bahwa mereka telah menemukan ponpes yang dirasa sangat pas untuk kita melakukan observasi di sana. Setelah sebelumnya sempat mendatangi ponpes lain yang menurut mereka sangat ketat peraturannya dan sepertinya tidak diterima untuk tinggal di sana karena ponpes yang sangat tertutup. Akhirnya kami memutuskan untuk memilih ponpes Nurul Qur'an yang terletak di desa Teter, kecamatan Simo, Boyolali.

Proses Observasi

Pada hari Kamis, tanggal 15 Maret 2018 sehabis sholat dhuhur saya dan teman-teman berkumpul di kost salah saty anggota, dan kemudian berangkat bersama-sama menuju ponpes Nurul Qur'an menggunakan 3 buah motor. Dengan perjalanan sekitar 30 menit dengan kondisi jalan yang terdapat lubang di sana-sini sampailah kami di ponpes tersebut. Tidak lama kami menunggu setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, keluarlah Ibuk Nyai yang merupakan pimpinan ponpes tersebut menyambut baik kedatangan kami.
Setelah mengatakan niat kami datang pada hari itu, kami diminta untuk menunggu sebentar. Kami menunggu di ruang tamu dengan duduk bersila dan disuguhi air putih dalam kemasan dan beberapa makanan kering di dalam toples serta sepiring buah salak. Setelah menunggu agak lama, datanglah dua orang santri putri bernama mbak Nisa dan mbak Iroh. Mbak Nisa merupakan kurah santri putri dan beliaulah yang setia menemani kami selama tinggal di ponpes. Olehnya kami diajak menuju gedung pondok putri yang berada tepat di samping rumah pimpinan ponpes tersebut.

Setelah masuk ke dalam kami ditunjukkan sebuah ruangan yang nantinya akan menjadi tempat tidur kami. Tidak perlu dijelaskan seperti apa ruangan tersebut. Kemudian kami masuk dan beristirahat sebentar sambil membereskan barang-barang kami masing-masing. Tak lama kemudian terdengarlah suara adzan, kami diberitahu tempat di mana santri putri biasa sholat berjamaah, dan di mana tempat berwudhu, juga tempat kamar mandi. Saya pun kemudian mengambil air wudhu dan bersiap untuk sholat asar berjamaah. Tempat sholat berjamaah berada di lantai dua gedung tersebut, begitu naik, saya melihat semua santri membaca musaf Al-Qur'an sambil menunggu kedatangan Ibuk (biasa para santri memanggil istri pimpinan ponpes tersebut) yang akan menjadi imam kami nanti.

Setelah usai sholat berjamaah, seluruh santri dengan dipimpin Ibuk, berdzikir dan membaca doa-doa, yang saya ingat dibaca juga ayat kursi dan surat Alfatihah. Lumayan lama kami membaca dzikir dan doa-doa tersebut. Sesuai sholat berjamaah terdapat kegiatan Diniyah, yakni pengkajian kitab-kitab yang dipimpin oleh santri dari ponpes tersebut namun sudah menguasai kitab-kitab yang diajarkan. Diniyah dibagi menjadi tiga kelas sesuai dengan tingkatan kitabnya masing-masing. Kelompok kami dibagi menjadi 3 dan kemudian memasuki masing-masing kelas. Saya memilih kelas secara acak, namun ternyata saya kebagian kelas tingkatan paling awal. Saat itu Ustadz membahas tentang bab Taharah (bersuci). Ustadz membaca kitab kemudian menerjemahkannya kedalam bahasa Jawa halus, kemudian menjelaskannya.

Kitab-kitab yang dikaji di ponpes ini, diantaranya adalah:
1. Wustho : mustholah tajwid, whasoya, jurumiyah, sorof (amtsilah basrifiyah), jawahirul qalamiyah, lubabul hadits, safinatun naja.
2. SP : 'aqidatul awwal, tarikh islami, alala.
3. Ula : tuhfathul athfal, mabadi fiqih, taisirul kholaq, arbain nawawi, aqaid diniyah.
4. Ulya : fathul qarib, ta'lim muta'alim, al mu'awiyah, tafsir jalalan, durrotun nasihin, bulughul maram.

Seusai penjelasan, dibukalah sesi tanya jawab. Para santri sangat antusias dalam mengajukan pertanyaan. Pada saat itulah kami juga diminta untuk memberikan perkenalan dan penjelasan singkat mengenai IAIN Surakarta. Para santri pun juga tidak kalah antusias dalam bertanya, mengenai pengalaman kami, cara masuk IAIN, dan lain sebagainya.
Seusai kegiatan Diniyah, kami berziarah ke makam simbah dari Bapak Kyai bersama para santri. Disana kami men baca surat Yasin, Tahlil, Asmaul Husna dan beberapa bacaan lain. Sebelum maghrib, kami beranjak kembali menuju ponpes karena memasuki waktu makan. Sepulang dari makam, kami berlima langsung masuk kamar dan beristirahat. Tiba-tiba Mbak Nisa datang dan membawa nampan berisi makanan nasi beserta tiga macam sayur dan ditambah satu plastik krupuk. Terdapat satu sayur yang rasanya sedikit aneh karena saya belum pernah memakannya, seperti beraroma minyak telon. Tetapi sayur yang lain terasa nikmat, apalagi maka bersama dalam satu nampan.

Seusai makan, saya mandi, dan kemudian sholat maghrib berjamaah di Masjid ponpes. Sesuai sholat, kami membaca dzikir dan doa-doa seperti biasa, dan dilanjutkan khotbah oleh Bapak. Ketika Bapak khotbah, Bapak sering sekali menyanjung kami mahasiswa dari IAIN Surakarta yang justru membuat kami menjadi tidak enak hati. Bapak khotbah sampai memasuki waktu isya', jadi kami langsung sholat isya berjamaah. Seusai sholat isya, terdapat acara latihan khotbah oleh para santri. Para santri yang sudah diberi jadwal berkhotbah akan maju secara bergiliran.

Karena kebetulan malam itu malam jum'at atau kamis malam, setelah selesai acara khotbah dilanjutkan dengan yasinan dan tahlilan. Kemudian dilanjutkan bersholawatan bersama yang dilengkapi dengan iringan hadroh juga. Saat bersholawat ini saya dan teman-teman mengunjungi rumah Bapak untuk sedikit bertanya-tanya mengenai ponpes tersebut. Dari sinilah kami tahu banyak mengenai ponpes tersebut. Seusai bertanya-tanya, kami kembali ke masjid untuk mengikuti acara selanjutnya sampai benar-benar selesai seluruh acara. Acara selesai sekitar pukul 10 malam, dan kami tidak langsung tidur. Di dalam kamar, kami berlima masih mengobrol dan bercanda sampai sekitar pukul satu dini hari barulah kami tidur.

Keesokan harinya, kegiatan dimulai dari pukul 3 dini hari untuk melaksanakan sholat tahajud dan beberapa sholat malam lain, dan dilanjutkan dengan kegiatan masing-masing sampai memasuki waktu sholat subuh. Usai sholat subuh berjamaah para santri membaca Al-Qur'an sambil menghafal untuk setoran sampai matahari terbit. Kemudian para santri yang mendapat jatah piket hari itu mulai membersihkan pekarangan dan jalan depan ponpes, sedangkan sisanya memasak di dapur. Setelah itu para santri sarapan bersama dan dilanjutkan dengan kegiatan masing-masing, seperti bersiap ke sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan kami berjalan-jalan di depan ponpes dan menikmati sejuknya udara di pagi hari di sekitar ponpes. Setelah itu, kami kembali ke kamar, kemudian sarapan bersama dengan lauk yang seperti dilebih-lebihkan membuat kami merasa semakin merepotkan dan tidak enak hati.

Karena kami merasa semakin merepotkan, sebelum masuk waktu sholat jum'at kami sudah berpamitan pulang. Sebelum pulang, kami sempat berfoto bersama Ibuk dan beberapa santri putri. Saya merasa sangat berkesan dan memiliki pengalaman baru yang sangat berharga. Sebelum pulang saya sempat sedikit bersedih dan merasa ingin tinggal lebih lama lagi. Saya pun bilang kepada diri saya sendiri bahwa kelak entah kapan, saya ingin mengunjungi tempat ini lagi, karena saya merasa telah bertemu dengan keluarga baru yang sangat baik kepada saya. Senang rasanya bisa dipertemukan dengan orang-orang baik seperti beliau-beliau ini. Terima kasih ponpes Nurul Qur'an atas pengalaman yang sangat berharga.

Artikel ini murni saya buat sendiri, dan berikut ini adalah hasil cek plagiarisme.


Kamis, 22 Maret 2018

Terkikisnya Pengetahuan Orang Jawa Mengenai Aksara Jawa

Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM    : 175231011
Kelas : PBS 2A

Terkikisnya Pengetahuan Orang Jawa Mengenai Aksara Jawa

Kita akan membahas mengenai sebuah hal yang terkesan tidak terlalu penting, tetapi apabila tidak diubah, kebiasaan tersebut bisa saja menjadi masalah yang cukup berarti. Kebiasaan masyarakat kebanyakan di suatu daerah yang kurang peduli terhadap sebuah pengetahuan yang cukup berharga. Pengetahuan mengenai sebuah gaya menulis menggunakan aksara, bukan abjad biasa. Aksara dari wilayah Jawa yang memiliki bentuk unik dan bermacam-macam yang mengandung bunyi tertentu di masing-masing bentuknya. Ya, aksara jawa.
Menurut Wikipedia, aksara jawa adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang biasa digunakan di wilayah Jawa khususnya. Aksara jawa utamanya berjumlah 20 buah, yang bunyinya terdiri dari ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Aksara jawa yang berbunyi semacam ini biasanya digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara aksara di daerah Jawa Barat, memiliki bunyi yang sedikit berbeda.
Untuk membuat tulisan atau suatu kalimat menggunakan aksara jawa tidak cukup hanya menggunakan aksara utama saja. Dibutuhkan pelengkap untuk bisa membuatnya menjadi bervokal u, i, e, dan o, atau bahkan membuatnya agar tidak bervokal atau konsonan, yang biasa disebut dengan sandangan. Selain huruf, untuk bentuk angka juga terdapat dalam aksara jawa, dan untuk menggunakan aksara angka juga terdapat aturan tersendiri. Di saat membuat kalimat aksara jawa, di awal dan akhir kalimat juga harus menggunakan karakter tersendiri.
Sekilas memang terlihat mudah-mudah saja membuat kalimat atau menulis menggunakan aksara jawa, tetapi sebenarnya membutuhkan pemahaman lebih agar kalimat yang kita buat bisa benar-benar sempurna. Selain itu, banyaknya aturan yang harus diterapkan saat menulis, juga bermacam-macam bentuk aksara yang harus dihafalkan, menambah kesulitan tersendiri yang mungkin akan membuat kita malas untuk menggunakan aksara jawa.
Maka wajar apabila di zaman sekarang ini, cukup jarang ditemukan suatu karya tulis menggunakan aksara jawa yang dibuat oleh generasi muda. Sebenarnya sesulit apapun, apabila dipelajari sengguh-sungguh dan dibiasakan menulis menggunakan aksara jawa, bisa saja menjadi ahli aksara jawa dengan mudah. Apalagi ditambah dengan pelajaran Bahasa Jawa yang tentu saja mengandung materi mengenai aksara jawa, telah diajarkan sejak Sekolah Dasar ini tentu lebih menambah kemudahan bagi kita, khususnya orang jawa untuk mempelajari dan memahami tentang aksara jawa.
Lantas apa yang membuat kita para generasi muda saat ini kebanyakan tidak mahir dalam menulis menggunakan aksara jawa, bahkan ingatan tentang bentuk aksara jawa pun telah terkikis, sementara kita sudah mendapatkan ajaran aksara jawa sejak SD? Itu karena, kebanyakan generasi muda saat ini, mempelajari aksara jawa hanya dianggap sebagai formalitas dan hanya dibutuhkan untuk memenuhi standar kelulusan, bukan untuk menambah pengetahuan ataupun melestarikan aksara jawa.
Selain itu, kurangnya penerapan dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan salah satu penyebab terkikisnya pengetahuan kita mengenai aksara jawa. Apabila saat ini kalian bertanya-tanya untuk apa bersusah payah mempelajari aksara jawa? Sementara menulis menggunakan huruf abjad biasa sangatlah mudah. Aksara jawa merupakan salah satu harta warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Tidakkah sayang sekali apabila aksara jawa akan hilang dari Jawa nantinya?
Jangan menunggu sampai negara lain atau wilayah lain mengakui sisi aksara jawa sebagai milik mereka. Jangan salahkan mereka, sementara mereka lebih mahir daripada kita sebagai orang jawa, dan kita tidak menjaganya dengan baik. Apakah setelah hal itu terjadi, barulah kita berbondong-bondong mempelajari dan menggunakan aksara jawa? Sudah terlambat, karena mereka telah mengakuinya dan lebih menguasai tentang hal tersebut. Harusnya, mulai sekarang kita sudah harus mulai berusaha untuk melestarikan aksara jawa.
Salah satunya dengan membentuk komunitas-komunitas pelukis aksara jawa, karena kaligrafi tidak hanya selalu menggunakan huruf arab, tetapi juga bisa menggunakan aksara jawa. Atau mungkin memproduksi karya tulis yang membahas tentang budaya Jawa, sehingga kita bisa menggunakan aksara jawa untuk metode penulisannya, dan juga masih banyak lagi cara lain yang bisa digunakan untuk melestarikan aksara jawa.
Untuk itu kita sebagai generasi muda, marilah mulai mengingat cara menulis menggunakan aksara jawa, dan mulai mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar tidak hilang dari ingatan. Walaupun untuk menghafal dan mengingat peraturan-peraturan dalam menulis aksara jawa itu cukup sulit, tetapi apabila dibiasakan dan dibarengi dengan minat yang kuat dan juga fokus dengan tujuan, tentu hal tersebut tidak menjadi sulit lagi bahkan bisa menjadi sangat mudah, tergantung diri kita masing-masing.
Dengan mempelajari aksara jawa, selain kita bisa melestarikan warisan budaya dan menambah keahlian, kita juga bisa mengambil manfaat lain, seperti mengajarkan kepada anak dan cucu kita kelak. Setidaknya kita tidak malu ketika anak ataupun cucu kita kelak menanyakan pekerjaan rumah yang didapatkannya dari sekolahan mengenai aksara jawa, kita jadi bisa membantunya untuk menyelesaikan PR tersebut. Selain itu, kita juga bisa membuat karya-karya hiasan yang bertemakan aksara jawa, seperti lukisan, kaligrafi, grafiti, dan lain sebagainya. Tergantung sekreatif apa kita memanfaatkan aksara jawa, agar dapat memberi keuntungan bagi kita, sambil melestarikan budaya sendiri, dan tidak hanya bangga dengan budaya asing.
Ironis memang, ketika generasi muda saat ini jauh lebih bangga dengan budaya asing daripada budayanya sendiri. Padahal apabila kita mau sedikit berbeda dengan orang lain kebanyakan, kita bisa menemukan keasyikan tersendiri dengan mempelajari budaya sendiri. Juga banyak manfaat yang bisa kita ambil untuk diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Sangat menarik bukan untuk mempelajari aksara jawa? Maka dari itu, marilah mulai kembali mengingat aksara jawa yang telah kita pelajari dan mulai mencari cara agar tidak sampai hilang dari ingatan.

Senin, 26 Februari 2018

Telaah Kitab Sunan An Nasa'i

Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM    : 175231011
Kelas : PBS 2A

Judul Kitab : Terjamah Sunan An-Nasa'iy
Penerbit : CV. Asy Syifa' - Semarang
Tahun : 1992

Telaah Kitab Sunan An Nasa'i

A. Nampak Luar.
Dari luar kitab ini terlihat sudah lama dan sedikit lusuh. Sampulnya dicetak sangat tebal seperi terdapat papan di dalamnya, seperti kitab-kitab lainnya. Karena sudah termakan usia, sampul kitab ini terdapat beberapa goresan di beberapa tempat. Selain itu, kitab ini juga terlihat lumayan tebal, dan agak berat. Sementara warna sampulnya, terlihat campuran antara warna coklat, biru, dan keemasan yang ditambah beberapa garis berwana merah.

B. Nampak Dalam.
Pertama kali membuka kitab, aroma khas kitab yang sudah lama tercium, sedikit apek dan menyengat. Setelah saya buka-buka ternyata ada beberapa halaman yang robek, bahkan hilang. Kertasnya terlihat berwarna coklat, entah memang berwarna seperti ini atau karena termakan usia. Sistem penulisannya dibuat huruf arab di bagian atas, lalu terjemahnya di bagian bawah dan terdapat nomor hadis, serta terdapat nomor halaman di pojok bawah bagian luar. Dalam kitab ini, di dalamnya terdapat lebih dari seribu hadis dan dibagi kedalam beberapa bab, dan pada di setiap hadis diberi angka. Di dalam kitab ini banyak ditemukan suatu hadis yang muncul lebih dari satu kali di beberapa tempat.

C. Sistem Penulisan.
 Materi pada hadis di kitab ini diutamakan menyangkut tentang bagaimana kehidupan yang beragama. Kitab ini menggunakan metode sunan, sesuai dengan nama kitab tersebut. Metode sunan adalah metode menyusun kitab hadis dengan mengklasifikasikan hukum Islam dan hanya memasukkan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad saw. Dan masing-masing kumpulan hadis yang satu materi diberi judul sub bab yang berdasarkan analisis dari Imam An-Nasa’i.

D. Contoh Hadis.
Berikut ini ada salah satu hadis yang terdapat dalam kitab Sunan An-Nasa'i, pada halaman 267 hadis ke-1581 dalam bab "dianjurkan untuk qiyaamul lail". Hadis ini cukup terkenal dan sering dibawakan oleh penceramah dalam berdakwah, dan seperti yang sudah tercantum, hadis tersebut memerintahkan kita untuk melakukan qiyaamul lail, atau sholat malam, seperti tahajud dan witir. Betapa mulianya sholat malam karena bisa membersihkan jiwa dan ketika pagi hari hendak beraktivitas menjadi bersemangat. Sebaliknya, jika kita tertidur sampai subuh atau bahkan sampai fajar, maka jiwa kita akan kotor dan kurang bersemangat untuk beraktivitas.

E. Biografi Singkat Imam An-Nasa'i.
Memiliki nama asli Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadi. Dan dengan nama kuniyah Abu Abdirrahman. Nasabnya adalah An Nasa`i dan An Nasawi, ini merupakan nisbah kepada tempat Imam An-Nasa'i di lahirkan, yakni di suatu kota yang berada  di Khurasan. Imam An Nasa`i adalah seseorang yang tampan, memiliki wajah yang senantiasa bersih serta terlihat segar, kulitnya kemerah-merahan dan suka mengenakan pakaian dengan motif bergaris buatan Yaman. Beliau adalah seorang yang kharismatik, tenang dan berpenampilan menarik.

Imam Nasa`i berkeliling ke negara-negara Islam untuk mencari pengetahuan, dari timur hingga ke barat, karena itulah beliau mendapat pengajaran banyak hadis dari para penghafal Al-Qur'an dan Syeh atau seseorang yang sangat mendalami agama Islam di berbagai tempat. Satu tahun sebelum wafatnya, imam An-Nasa'i pindah dari Mesir ke Damsyik. Belum ada kepastian tentang dimana sebenarnya imam An-Nasa'i meninggal. Namun banyak yang mengatakan imam An-Nasa'i meninggal di Makkah dan dimakamkan diantara Shafa dan Marwah.

F. Refleksi.
Setelah menelaah kitab Sunan An-Nasa'i ini saya menjadi banyak tahu beberapa hadis yang belum pernah saya ketahui. Terus terang saya baru pertama kali ini membuka dan membaca kitab hadis, ternyata sangat menyenangkan karena sangat menambah ilmu. Kita jadi tahu tentang beberapa hal menyangkut keseharian dan bertingkah laku menggunakan dasar yang pasti. Walaupun saat mencari kitab ini sedikit kesulitan, tetapi terbayar dengan pengetahuan yang didapatkan. Dan saya berharap semoga tulisan ini beramanfaat bagi kita bersama.

Dan ini adalah bukti hasil dari pengecekan plagiarisme, untuk menghindari plagiarisme. Memang terdapat kemiripan, ini karena saya mencantumkan nama asli dari imam An-Nasa'i yang tentu saja tidak bisa saya ubah.


Sekian, semoga bermanfaat.

Senin, 05 Februari 2018

Resume "Metodologi Studi Islam - Dr. Ismail Yahya, MA"

Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM    : 175231011
Kelas : PBS 2A
Sumber
Judul Buku                  : Metodologi Studi Islam
Penarang                     :Dr.Ismail Yahya, MA
Penerbit                       : Kaukaba Dipantara
Cetakan 1                    : Mei 2016
Jumlah Halaman          : 68 halaman
ISBN                           :978-602-1508-58-9

 Bab I. Islam dan Ilmu Pengetahuan
 1.1 Dorongan Islam Mencari Ilmu Pengetahuan
Islam sangat mendorong umatnya untuk mencari ilmu. Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad memerintahkan umat Islam untuk 'membaca' dan 'mencari ilmu sejak buaian hingga ke liang lahad,' walaupun 'mencari ilmu itu ke negeri Cina', karena 'mencari  ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim,' Allah juga menjanjikan 'siapa saja berjalan mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.'
Dengan dorongan ini, orang-orang Islam termotovasi mencari ilmu dengan suka dan duka melakukan perjalanan dari satu negeri ke negeri lain yang mungkin belum pernah terjadi di dalam peradaban manusia lainnya. Kisah-kisah perjalanan para ulama dalam mencari ilmu banyak diceritakan di dalam buku-buku. Di dalam ar-Rihlah fi Talab al-Hadis, Al-Baghdadi menceritakan kedudukan ilmu.
Sementara Abdul Fattah dalam Safahat min Sabr al-Ulama juga menceritakan perjuangan suka dan duka para sahabat dan tabiin serta para ulama dalam mencari ilmu. Lain halnya dengan Abdul Aziz dalam Ma'alim fi Tariq Talab al-Ilm menjelaskan tentang adab-adab yang haris diperhatikan oleh pencari ilmu. Etika mencari ilmu pengetahuan di dalam Al-Qur'an adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya yang asli.
1.2 Pusat Pengetahuan dan Pendidikan Islam
    1.2.1 Wilayah Timur (Madinah, Syam, Baghdad, Persia, Mesir)
Madinah sebagai kota Nabi harus kita sebut pertama kali sebagai pusat pengetahuan dan pendidikan Islam. Gairah keilmuan berkembang dengan pesat di Madinah sejak kedatangan Nabi. Di masjid Nabawi, beliau membangun Suffah; sebuah tempat berteduh bagi orang Islam yang miskin. Bentuknya seperti sekolah malam di mana 'Ubadah ibn ash-Shamit mengajari mereka menulis dan membaca Al-Qur'an. Disinilah Nabi memulai pemberantasan buta huruf dalam islam.

Al-Qur'an merupakan ilmu yang pertama kali ditekuni oleh para sahabat di Madinah. Mereka menghafal Al-Qur'an yang dibaca setiap shalat. Hadis juga digunakan menjadi pedoman para sahabat disamping Al-Qur'an untuk masalah halal haram, akidah, ibadah, dll. Ilmu tentang nasab (keturunan) merupakan ilmu yang didorong oleh Nabi untuk dipelajari, disamping ilmu faraidh (waris), ilmu falak untuk membantu ketepatan ibadah, dan ilmu bahasa asing.
Perluasan kekuasaan Islam dengan cepat terjadi dan bermula dari pusatnya di Madinah. Periode antara tahun 750-1150 M merupakan periode keemasan dunia Islam. Pada masa Umar bin Khattab (w.643) menjadi Khalifah, perluasan wilayah Islam dimulai dengan penaklukan. Dawlah Umayyah memindahkan ibukota kemaharajaan Islam ke Damaskus selama 88 tahun. Selama periode Umayyah, pembahasan dalam masalah fiqh dirujuk kepada Al-Qur'an, belum banyak dicurahkan kepada Hadis. Karya-karya sejarah awal menggarap tema Maghazi (ekspedisi Nabi).
Tokoh terkemuka pada periode ini dalam bidang ilmu antara lain Ibnu Abbas (619-687) di Mekkah, spesialisasinya adalah Tafsir Al-Qur'an, muridnya antara lain Ikrimah (w.723), Muhajid (w.721), dan Atha' bin Abi Rabah (w.732). Zaid bin Tsabit (611-666) menguasai bahasa Syriac dan Ibrani, dan Abdullah bin Umar (w.693) muridnya yaitu Muhammad bin Syihab az-Zuhri (670-742) karyanya yang tersisa seringkali dikutip oleh Ibnu Ishaq dan At-Thabari. Ada sahabat yang menonjol pengetahuannya mengenai naskah Al-Qur'an yaitu Abu Darda' (w.652) dan Ibn Amir(w.736). Dalam bidang fiqh terdapat Makhul (w.731) dan muridnya Al-Awza'i (w.774).
Mesir memainkan peran sangat kecil dalam kehidupan intelektual periode Umayyah. Baru pada masa dinasti Fathimiyyah yang beraliran Syiah, setelah panglima Jauhar ash-Shiqilli menaklukan Mesir kemudian membangun Masjid tahun 970 M yang dinamakan Al-Azhar. Dawlah Abbasiyah yang menggantikan dawlah Umayyah merupakan periode keemasan sejarah intelektual Islam.
    1.2.2 Wilayah Barat : Cordova
Khalifah Umayyah memulai perluasan ke Afrika Utara dan menyebrang ke Andalusia dan berhasil ditaklukan pada tahun 711. Pada 756, Abdurrahman I (Ad-Dakhil) pangeran khalifah Umayyah di Damaskus melarikan diri menuju Andalusia dan menjadi khalifah disana. Kemudian menjadi menara ilmu dan kemajuan Islam.
1.3 Organisasi Pendidikan Islam
  1. Halaqah : Membentuk setengah lingkaran menghadap guru yang membelakangi tembok atau tiang.
  2. Maktab atau Kuttab (sekolah menulis) : Berkumpul di rumah guru untuk belajar membaca dan menulis. Telah ada sebelum Islam.
  3. Sekolah Istana : Diselenggarakan di istana kerajaan.
  4. Sekolah Masjid : Belajar di masjid.
  5. Sekolah Toko Buku : Toko buku seperti halnya perpustakaan.
  6. Sanggar Sastra : tempat khusus untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan.
  7. Madrasah : tempat mempelajari pelajaran tingkat tinggi.
  8. Universitas : Puncak kejayaan ilmu pengetahuan di zaman klasik Islam.
Bab II. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam
Pada masa Nabi ilmu-ilmu wajib diajarkan meliputi menelaah Al-Qur'an, menghafal Hadis, bahasa Arab dan adab serta masalah pengobatan. Ilmu yang pertama-tama berkembang pada masa Khalifah Umayyah adalah ilmu-ilmu agama, seperti : Al-Qur'an dan tafsir, ilmu tafsir, ilmu qira'ah, fiqh, nahwu (tatabahasa Arab), hadis dan ilmunya, ilmu penulisan kamus bahasa. Sedangkan pada masa Khalifah Abbasiyyah perhatian diarahkan kepada penguasaan terhadap ilmu intelektual dan filsafat.
Melalui ijtihad ilmu-ilmu agama Islam berkembang sampai sekarang dengan kita kenal seperti : Ulum Al-Qur'an, Ulum al-Hadis, ilmu Tauhid, ilmu Fiqh, dll. Para ilmuwan Islam awal telah membuat klasifikasi ilmu menurut kriteria masing-masing. Dengan penjelasan klasifikasi ilmu dalam Islam terlihat bahwa semua rumpun ilmu pernah ada  dan berkembang dalam sejarah keilmuan Islam.
Al-Qur'an tentang alam semesta yang tertuang dalam 750 ayat cukup membuktikan bahwa ilmu alam tidak sebanding dengan imu keislaman (ulum al-din). Namun melalui ilmu-ilmu alam ini sederet nama saintis Muslim terus tercatat dalam bidanh kedokteran, kimia, fisika, astronomi, matematika, dll. Ilmu-ilmu sosial sempat berkembang dalam peradaban Islam berkat Ibnu Khaldun dalam karyanya Muqaddimah yang membuatnya dianggap sebagai Bapak ilmu Sosiologi dan Filosof sejarah.
Al-Jabiri dalam Bunyah al-Aql Arabi memetakan struktur pemikiran Arab ke dalam tiga sistem pengetahuan (nalar): bercorak retoris atau dialektis (bayani), bercorak demonstratif (burhani), dan bercorak gnosis (irfani). Al-Jabiri menganggap bahwa model bayani lah yanh merupakan ciri ilmu Islam klasik.
Metode hafalan dan tulisan merupakan dua cara dalam tradisi Islam untuk melestarikan ajaran agama. Di Arab tradisi tulis menulis sudah ada sebelum Islam. Mereka menukis hutang-piutang, perjanjian, sumpah, buku agama, silsilah, dan korespondensi pribadi. Tradisi tulis menulis di Arab ini semakin pesat berkembang setelah kedatangan Islam, dan peradaban Muslim adalah peradaban tulis. Muncul tradisi syarh (komentar) dan hasyiyah (komentar atas komentar). Syarh merupakan karya tulis berupa kitab yang mengomentari karya lain. Dan sebuah karya syarh membuka peluang untuk munculnya hasyiyah yakni syarh diatas syarh.
Sebagian besar isi buku-buku Islam disuguhkan sebagai tradisi yang ditularkan dari satu generasi ke generasi lain. Penulis memilih dari catatannya apa-apa yanh dianggapnya berguna, menyebutkan sumber yang menyampaikan itu, seterusnya hingga kepada sumber aslinya. Pencatatan rentetan perawi (isnad) yang amat hati-hati ini mencermikan tradisi lisan yang terus berlanjut. Ini juga sebagai jaminan berlangsungnya transmisi ilmu.
Sanad penting dalam transmisi ilmu dalam sejarah Islam. Sekarang tentang metode merujuk pendapat orang lain yang sering di istilahkan dengan iqtibas (kutipan). Kata intaha (selesai) umumnya menunjuk kepada akhir kutipan. Para pengarang mengizinkan untuk mempersingkat kutipan, atau menyelang-nyelingkan dengan pernyataan mereka sendiri menurut apa yang mereka anggap lebih memudahkan.
Bab III. Ilmu-ilmu Keislaman : Metode dan Sumber
Secara umum teks baik Al-Qur'an dan Hadis, sebagai pondasi aski nilai-nilai masyarakat Islam, merupakan objek pengkajian yang dilakukan oleh ulama, terlebih setelah dilakukan pembukuan, dengan basis pendekatan: kebahasan dan periwayatan. Ar-Risalah karya Imam Asy-Syafi'i (150-204) dalam bidang Ushul Fiqh dianggap sebagai kerya awal yang membahas pertanyaan tentang metode ilmiah.
Asy-Syafi'i mengidentifikasikan dua sumber pengetahuan utama : pengetahuan yanh terdapat di dalam nash/teks dan pengetahuan deduktif (istinbath). Klasifikasi Asy-Syafi'i banyak digunakan dalam ilmu-ilmu keislaman seperti ushul fiqh, ilmu ma'ani (tentang makna atau semantik), ilmu tafsir Al-Qur'an, dan kritik sastra. Di bawah judul Al-Bayan ini, Asy-Syafi'i memperkenalkan tingkat-tingkat perbedaan kejelasan teks Al-Qur'an. Tingkat pertama adalah teks yang jelas (bayyin). Tingkat kedua adalah yang tampak (zahir). Tingkat ketiga yaitu global (mujmal).

Selain pendekatan kebahasaan, pendekatan periwayatan yang diperkenalkan oleh para ahli Hadis (Muhaddisun) berpengaruh kuat dalam tradisi keilmuan Islam baik pada ilmu tafsir, hadis, fiqh, kalam, tasawuf, dan bahkan sejarah. Periwayatan merupakan segala sesuatu yang telah tetap dengan penukilan atau penyampaian dari Al-Qur'an, atau dari Nabi Muhammad, atau sahabat, atau tabiin dengan metode menyebutkan ungkapan-ungkapan yang disandarkan kepada pemiliknya.

Dan ini bukti hasil cek di plagramme:

Sekian, semoga bermanfaat.