Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM : 175231011
Kelas : PBS 2A
Sumber
Judul Buku :
Metodologi Studi Islam
Penarang :Dr.Ismail
Yahya, MA
Penerbit :
Kaukaba Dipantara
Cetakan 1 :
Mei 2016
Jumlah Halaman :
68 halaman
ISBN
:978-602-1508-58-9
Bab I. Islam dan Ilmu
Pengetahuan
1.1 Dorongan Islam Mencari
Ilmu Pengetahuan
Islam
sangat mendorong umatnya untuk mencari ilmu. Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad memerintahkan
umat Islam untuk 'membaca' dan 'mencari ilmu sejak buaian hingga ke liang lahad,'
walaupun 'mencari ilmu itu ke negeri Cina', karena 'mencari ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap
Muslim,' Allah juga menjanjikan 'siapa saja berjalan mencari ilmu, Allah akan memudahkan
jalannya menuju surga.'
Dengan
dorongan ini, orang-orang Islam termotovasi mencari ilmu dengan suka dan duka
melakukan perjalanan dari satu negeri ke negeri lain yang mungkin belum pernah
terjadi di dalam peradaban manusia lainnya. Kisah-kisah perjalanan para ulama
dalam mencari ilmu banyak diceritakan di dalam buku-buku. Di dalam ar-Rihlah fi
Talab al-Hadis, Al-Baghdadi menceritakan kedudukan ilmu.
Sementara
Abdul Fattah dalam Safahat min Sabr al-Ulama juga menceritakan perjuangan suka
dan duka para sahabat dan tabiin serta para ulama dalam mencari ilmu. Lain
halnya dengan Abdul Aziz dalam Ma'alim fi Tariq Talab al-Ilm menjelaskan
tentang adab-adab yang haris diperhatikan oleh pencari ilmu. Etika mencari ilmu
pengetahuan di dalam Al-Qur'an adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya yang
asli.
1.2 Pusat Pengetahuan dan Pendidikan Islam
1.2.1 Wilayah
Timur (Madinah, Syam, Baghdad, Persia, Mesir)
Madinah
sebagai kota Nabi harus kita sebut pertama kali sebagai pusat pengetahuan dan
pendidikan Islam. Gairah keilmuan berkembang dengan pesat di Madinah sejak
kedatangan Nabi. Di masjid Nabawi, beliau membangun Suffah; sebuah tempat
berteduh bagi orang Islam yang miskin. Bentuknya seperti sekolah malam di mana 'Ubadah
ibn ash-Shamit mengajari mereka menulis dan membaca Al-Qur'an. Disinilah Nabi memulai
pemberantasan buta huruf dalam islam.
Al-Qur'an
merupakan ilmu yang pertama kali ditekuni oleh para sahabat di Madinah. Mereka
menghafal Al-Qur'an yang dibaca setiap shalat. Hadis juga digunakan menjadi
pedoman para sahabat disamping Al-Qur'an untuk masalah halal haram, akidah,
ibadah, dll. Ilmu tentang nasab (keturunan) merupakan ilmu yang didorong oleh
Nabi untuk dipelajari, disamping ilmu faraidh (waris), ilmu falak untuk
membantu ketepatan ibadah, dan ilmu bahasa asing.
Perluasan
kekuasaan Islam dengan cepat terjadi dan bermula dari pusatnya di Madinah.
Periode antara tahun 750-1150 M merupakan periode keemasan dunia Islam. Pada
masa Umar bin Khattab (w.643) menjadi Khalifah, perluasan wilayah Islam dimulai
dengan penaklukan. Dawlah Umayyah memindahkan ibukota kemaharajaan Islam ke
Damaskus selama 88 tahun. Selama periode Umayyah, pembahasan dalam masalah fiqh
dirujuk kepada Al-Qur'an, belum banyak dicurahkan kepada Hadis. Karya-karya
sejarah awal menggarap tema Maghazi (ekspedisi Nabi).
Tokoh
terkemuka pada periode ini dalam bidang ilmu antara lain Ibnu Abbas (619-687)
di Mekkah, spesialisasinya adalah Tafsir Al-Qur'an, muridnya antara lain
Ikrimah (w.723), Muhajid (w.721), dan Atha' bin Abi Rabah (w.732). Zaid bin Tsabit
(611-666) menguasai bahasa Syriac dan Ibrani, dan Abdullah bin Umar (w.693)
muridnya yaitu Muhammad bin Syihab az-Zuhri (670-742) karyanya yang tersisa
seringkali dikutip oleh Ibnu Ishaq dan At-Thabari. Ada sahabat yang menonjol
pengetahuannya mengenai naskah Al-Qur'an yaitu Abu Darda' (w.652) dan Ibn Amir(w.736).
Dalam bidang fiqh terdapat Makhul (w.731) dan muridnya Al-Awza'i (w.774).
Mesir
memainkan peran sangat kecil dalam kehidupan intelektual periode Umayyah. Baru
pada masa dinasti Fathimiyyah yang beraliran Syiah, setelah panglima Jauhar
ash-Shiqilli menaklukan Mesir kemudian membangun Masjid tahun 970 M yang
dinamakan Al-Azhar. Dawlah Abbasiyah yang menggantikan dawlah Umayyah merupakan
periode keemasan sejarah intelektual Islam.
1.2.2 Wilayah
Barat : Cordova
Khalifah
Umayyah memulai perluasan ke Afrika Utara dan menyebrang ke Andalusia dan
berhasil ditaklukan pada tahun 711. Pada 756, Abdurrahman I (Ad-Dakhil)
pangeran khalifah Umayyah di Damaskus melarikan diri menuju Andalusia dan
menjadi khalifah disana. Kemudian menjadi menara ilmu dan kemajuan Islam.
1.3 Organisasi Pendidikan Islam
1. Halaqah : Membentuk
setengah lingkaran menghadap guru yang membelakangi tembok atau tiang.
2. Maktab atau
Kuttab (sekolah menulis) : Berkumpul di rumah guru untuk belajar membaca dan
menulis. Telah ada sebelum Islam.
3. Sekolah Istana : Diselenggarakan
di istana kerajaan.
4. Sekolah Masjid :
Belajar di masjid.
5. Sekolah Toko Buku
: Toko buku seperti halnya perpustakaan.
6. Sanggar Sastra :
tempat khusus untuk bertukar pikiran tentang sastra dan ilmu pengetahuan.
7. Madrasah : tempat
mempelajari pelajaran tingkat tinggi.
8. Universitas : Puncak
kejayaan ilmu pengetahuan di zaman klasik Islam.
Bab II. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam
Pada masa Nabi
ilmu-ilmu wajib diajarkan meliputi menelaah Al-Qur'an, menghafal Hadis, bahasa
Arab dan adab serta masalah pengobatan. Ilmu yang pertama-tama berkembang pada
masa Khalifah Umayyah adalah ilmu-ilmu agama, seperti : Al-Qur'an dan tafsir, ilmu
tafsir, ilmu qira'ah, fiqh, nahwu (tatabahasa Arab), hadis dan ilmunya, ilmu
penulisan kamus bahasa. Sedangkan pada masa Khalifah Abbasiyyah perhatian
diarahkan kepada penguasaan terhadap ilmu intelektual dan filsafat.
Melalui
ijtihad ilmu-ilmu agama Islam berkembang sampai sekarang dengan kita kenal
seperti : Ulum Al-Qur'an, Ulum al-Hadis, ilmu Tauhid, ilmu Fiqh, dll. Para
ilmuwan Islam awal telah membuat klasifikasi ilmu menurut kriteria masing-masing.
Dengan penjelasan klasifikasi ilmu dalam Islam terlihat bahwa semua rumpun ilmu
pernah ada dan berkembang dalam sejarah
keilmuan Islam.
Al-Qur'an
tentang alam semesta yang tertuang dalam 750 ayat cukup membuktikan bahwa ilmu
alam tidak sebanding dengan imu keislaman (ulum al-din). Namun melalui
ilmu-ilmu alam ini sederet nama saintis Muslim terus tercatat dalam bidanh
kedokteran, kimia, fisika, astronomi, matematika, dll. Ilmu-ilmu sosial sempat
berkembang dalam peradaban Islam berkat Ibnu Khaldun dalam karyanya Muqaddimah
yang membuatnya dianggap sebagai Bapak ilmu Sosiologi dan Filosof sejarah.
Al-Jabiri dalam
Bunyah al-Aql Arabi memetakan struktur pemikiran Arab ke dalam tiga sistem
pengetahuan (nalar): bercorak retoris atau dialektis (bayani), bercorak demonstratif
(burhani), dan bercorak gnosis (irfani). Al-Jabiri menganggap bahwa model
bayani lah yanh merupakan ciri ilmu Islam klasik.
Metode
hafalan dan tulisan merupakan dua cara dalam tradisi Islam untuk melestarikan ajaran
agama. Di Arab tradisi tulis menulis sudah ada sebelum Islam. Mereka menukis
hutang-piutang, perjanjian, sumpah, buku agama, silsilah, dan korespondensi
pribadi. Tradisi tulis menulis di Arab ini semakin pesat berkembang setelah
kedatangan Islam, dan peradaban Muslim adalah peradaban tulis. Muncul tradisi
syarh (komentar) dan hasyiyah (komentar atas komentar). Syarh merupakan karya
tulis berupa kitab yang mengomentari karya lain. Dan sebuah karya syarh membuka
peluang untuk munculnya hasyiyah yakni syarh diatas syarh.
Sebagian
besar isi buku-buku Islam disuguhkan sebagai tradisi yang ditularkan dari satu
generasi ke generasi lain. Penulis memilih dari catatannya apa-apa yanh
dianggapnya berguna, menyebutkan sumber yang menyampaikan itu, seterusnya
hingga kepada sumber aslinya. Pencatatan rentetan perawi (isnad) yang amat
hati-hati ini mencermikan tradisi lisan yang terus berlanjut. Ini juga sebagai
jaminan berlangsungnya transmisi ilmu.
Sanad penting
dalam transmisi ilmu dalam sejarah Islam. Sekarang tentang metode merujuk
pendapat orang lain yang sering di istilahkan dengan iqtibas (kutipan). Kata
intaha (selesai) umumnya menunjuk kepada akhir kutipan. Para pengarang
mengizinkan untuk mempersingkat kutipan, atau menyelang-nyelingkan dengan
pernyataan mereka sendiri menurut apa yang mereka anggap lebih memudahkan.
Bab III. Ilmu-ilmu Keislaman : Metode dan Sumber
Secara
umum teks baik Al-Qur'an dan Hadis, sebagai pondasi aski nilai-nilai masyarakat
Islam, merupakan objek pengkajian yang dilakukan oleh ulama, terlebih setelah
dilakukan pembukuan, dengan basis pendekatan: kebahasan dan periwayatan.
Ar-Risalah karya Imam Asy-Syafi'i (150-204) dalam bidang Ushul Fiqh dianggap
sebagai kerya awal yang membahas pertanyaan tentang metode ilmiah.
Asy-Syafi'i
mengidentifikasikan dua sumber pengetahuan utama : pengetahuan yanh terdapat di
dalam nash/teks dan pengetahuan deduktif (istinbath). Klasifikasi Asy-Syafi'i
banyak digunakan dalam ilmu-ilmu keislaman seperti ushul fiqh, ilmu ma'ani (tentang
makna atau semantik), ilmu tafsir Al-Qur'an, dan kritik sastra. Di bawah judul
Al-Bayan ini, Asy-Syafi'i memperkenalkan tingkat-tingkat perbedaan kejelasan
teks Al-Qur'an. Tingkat pertama adalah teks yang jelas (bayyin). Tingkat kedua
adalah yang tampak (zahir). Tingkat ketiga yaitu global (mujmal).
Selain
pendekatan kebahasaan, pendekatan periwayatan yang diperkenalkan oleh para ahli
Hadis (Muhaddisun) berpengaruh kuat dalam tradisi keilmuan Islam baik pada ilmu
tafsir, hadis, fiqh, kalam, tasawuf, dan bahkan sejarah. Periwayatan merupakan
segala sesuatu yang telah tetap dengan penukilan atau penyampaian dari Al-Qur'an,
atau dari Nabi Muhammad, atau sahabat, atau tabiin dengan metode menyebutkan
ungkapan-ungkapan yang disandarkan kepada pemiliknya.
Dan ini bukti hasil cek di plagramme:
Sekian, semoga bermanfaat.