Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM : 175231011
Kelas : PBS 2A
Kesan Pertama "Mondok" 24Jam di Ponpes Nurul Qur'an
Perkenalan singkat, saya Indah Bekti Wijayanti, mahasiswa Perbankan Syariah di IAIN Surakarta. Saat ini Maret, 2018 saya masih berada di jenjang semester dua. Pada kesempatan ini saya akan menceritakan kesan saya, sekaligus berbagi pengalaman bagaimana saya yang sebelumnya tidak pernah mondok, kali ini akan tinggal di pondok walaupun hanya 1x24 jam. Dan pastinya juga untuk memenuhi tugas saya pada mata kuliah Metodologi Studi Islam.
Awalnya memang saya terkejut dan memang terasa berat begitu mendengar bahwa saya akan mendapat tugas untuk tinggal di suatu pondok pesantren. Tetapi apa boleh buat, sebagai mahasiswa hanya bisa menerima apapun tugas dari sang Dosen. Namun sesuatu hal terjadi kepada perasaan diri saya setelah selesai tinggal di ponpes yang tidak pernah terfikir sebelumnya. Penasaran? Mari kita lanjutkan.
Proses Berburu Pondok Pesantren
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, berawal dari tugas, akhirnya saya bersama 4 orang teman saya yang lain yang telah tergabung dalam satu kelompok mencari ponpes di daerah Klaten bersama dengan kelompok lain yang lebih memahami daerah Klaten. Awalnya saya dan teman-teman berniat mencari ponpes di Boyolali, tetapi sudah banyak kelompok lain yang sudah mendapatkan ponpes di sana dan sepertinya lebih baik mencoba mencari di Klaten dahulu. Saya masih ingat saat itu hari Rabu, tanggal 7 Maret kalau tidak salah, selesai mata kuliah hari itu, sekitar pukul 10 pagi saya bersama teman-teman yang lain mulai berangkat menuju Klaten, setelah menunggu berjam-jam hingga semua anggota terkumpul.
Di bawah langit yang sangat terik di Klaten saat itu kami bersama-sama mulai menyusuri jalan. Dengan 7 buah motor yang berjalan beriringan sudah seperti touring anak geng motor. Pesantren pertama yang kita datangi terlihat sangat modern dan satu lokasi dengan sekolah, entah khusus santri atau bukan. Setelah perwakilan dari kami berbicara dengan salah satu pengurus ponpes, kami diminta untuk menunggu pimpinan ponpes di ruang tamu yang cukup luas. Setelah lumayan lama menunggu, pengurus ponpes yang tadi datang kembali dan mengatakan bahwa pimpinan ponpes tersebut sedang ada kesibukan, dan tidak bisa menemui kami. Si pengurus mengatakan bahwa beliau hanya mau ditemui oleh dua orang perwakilan dari kami di ruangannya. Setelah agak lama menunggu akhirnya dua teman kami kembali dengan ekspresi wajah yang tidak meyakinkan, dan tak lama kemudian kami pun berpamitan.
Selepas dari ponpes pertama, kami berlanjut menuju ponpes kedua. Berbekalkan google maps kami mencari lokasi ponpes tersebut, karena kami mengetahui ponpes tersebut juga dari google. Jarak dari ponpes pertama menuju ponpes kedua lumayan jauh, memasuki pusat kota Klaten. Selain itu, kami sempat berputar-putar karena jalan yang diarahkan lumayan membingungkan. Bahkan kami sempat bertanya dengan warga sekitar, tetapi tetap saja kita kebingungan. Sampai akhirnya kami bertemu dua orang siswi yang sedang berjalan pulang. Kami bertanya tentang lokasi ponpes dan dengan penjelasan mereka akhirnya kami menemukan ponpes tersebut. Sesampainya di ponpes kedua, kami mendapati gerbang tertutup namun tidak dikunci, kami mengucap salam dan menyapa tetapi tidak ada yang menyahut, saya mengintip dan yang terlihat dari luar pagar hanya ada kucing yang berkeliaran di area ponpes. Lumayan lama kami menunggu, sampai kemudian dari kejauhan terlihat ada dua orang yang berjalan menuju tempat kami dan wajahnya tidak asing lagi. Ternyata dua orang siswi yang tadi kami tanyai mengenai lokasi ponpes. Rupanya mereka berdua adalah santri dari ponpes tersebut, yang kita tunggu.
Setelah gerbang dibuka kami dipersilahkan masuk dan menunggu pengurus ponpes di suatu bangunan seperti pendopo yang kemudian kami ketahui di situlah pusat kegiatan santri tersebut. Sangat lama kami menunggu pengurus tersebut keluar menemui kami. Sampai waktu dhuhur datang dan santri yang tadi kami temui menyuruh kami kami untuk sholat terlebih dahulu. Selepas sholat masing-masing, pengurus yang kami tunggu-tunggu belum juga keluar. Seperti tidak digubris kedatangan kami, kami sempat memutuskan untuk berpamitan saja, karena merasa niat kedatangan kami sudah ditolak mentah-mentah. Namun, ketika kami memanggil dan mencoba untuk berpamitan, kami malah disuruh menunggu sebentar lagi. Setalah menunggu lagi dengan waktu yang tidak sebentar sampai kami mulai kelaparan akhirnya pengurus ponpes tersebut keluar dan kami hanya mengobrol sebentar dengan beliau karena nyatanya kami harus menemui pimpinan ponpes yaitu Bapak Kyainya, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perizinan.
Dengan diantar dua santri yang kami temui tadi, olehnya kami diantat menuju ponpes putra yang letaknya tidak terlalu jauh dari ponpes putri tadi. Kami kesana untuk menemui Bapak Kyai pimpinan ponpes tersebut. Sesampainya di ponpes putra, dua orang perwakilan dari kami dan ditemani dua santri yang tadi menemui pimpinan ponpes tersebut, dan setelah menunggu lagi lumayan lama, akhirnya mereka keluar dan mengatakan bahwa kami diizinkan tinggal di sana untuk melakukan observasi memenuhi tugas kuliah.
Setelah dari ponpes putra, kami semua berniat mencari makan siang karena sudah sangat kelaparan. Setelah selesai makan siang, kami berencana mencari ponpes lagi karena saat itu terdapat 3 kelompok dalam rombongan kami, dan satu ponpes hanya boleh ditinggali satu kelompok saja. Namun saat itu ada beberapa orang dari kami yang memiliki acara dan tidak bisa ikut mencari ponpes lagi. Akhirnya diputuskan hanya 6 orang saja yang akan mencari ponpes lagi, sedangkan sisanya termasuk saya, pulang dan tidak ikut mencari lagi, karena saya sudah merasa lelah.
Dua hari setelahnya, tepatnya hati jum'at, kelompok saya berniat akan mencari ponpes lagi tetapi di daerah Boyolali, dengan ditemani satu teman lain yang rumahnya Boyolali dan lebij mengetahui secara pasti lokasi ponpes. Namun karena saya ada kesibukan lain yakni mengerjakan tugas mata kuliah lain yang juga berkelompok, saya jadi tidak ikut berburu ponpes di Boyolali. Juga satu teman saya yang juga anggota kelompok tidak bisa ikut karena ingin pulang ke rumah. Akhirnya hanya empat orang yang mencari ponpes di Boyolali. Dan saya hanya mendapat cerita dari teman saya bahwa mereka telah menemukan ponpes yang dirasa sangat pas untuk kita melakukan observasi di sana. Setelah sebelumnya sempat mendatangi ponpes lain yang menurut mereka sangat ketat peraturannya dan sepertinya tidak diterima untuk tinggal di sana karena ponpes yang sangat tertutup. Akhirnya kami memutuskan untuk memilih ponpes Nurul Qur'an yang terletak di desa Teter, kecamatan Simo, Boyolali.
Proses Observasi
Pada hari Kamis, tanggal 15 Maret 2018 sehabis sholat dhuhur saya dan teman-teman berkumpul di kost salah saty anggota, dan kemudian berangkat bersama-sama menuju ponpes Nurul Qur'an menggunakan 3 buah motor. Dengan perjalanan sekitar 30 menit dengan kondisi jalan yang terdapat lubang di sana-sini sampailah kami di ponpes tersebut. Tidak lama kami menunggu setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, keluarlah Ibuk Nyai yang merupakan pimpinan ponpes tersebut menyambut baik kedatangan kami.
Setelah mengatakan niat kami datang pada hari itu, kami diminta untuk menunggu sebentar. Kami menunggu di ruang tamu dengan duduk bersila dan disuguhi air putih dalam kemasan dan beberapa makanan kering di dalam toples serta sepiring buah salak. Setelah menunggu agak lama, datanglah dua orang santri putri bernama mbak Nisa dan mbak Iroh. Mbak Nisa merupakan kurah santri putri dan beliaulah yang setia menemani kami selama tinggal di ponpes. Olehnya kami diajak menuju gedung pondok putri yang berada tepat di samping rumah pimpinan ponpes tersebut.
Setelah masuk ke dalam kami ditunjukkan sebuah ruangan yang nantinya akan menjadi tempat tidur kami. Tidak perlu dijelaskan seperti apa ruangan tersebut. Kemudian kami masuk dan beristirahat sebentar sambil membereskan barang-barang kami masing-masing. Tak lama kemudian terdengarlah suara adzan, kami diberitahu tempat di mana santri putri biasa sholat berjamaah, dan di mana tempat berwudhu, juga tempat kamar mandi. Saya pun kemudian mengambil air wudhu dan bersiap untuk sholat asar berjamaah. Tempat sholat berjamaah berada di lantai dua gedung tersebut, begitu naik, saya melihat semua santri membaca musaf Al-Qur'an sambil menunggu kedatangan Ibuk (biasa para santri memanggil istri pimpinan ponpes tersebut) yang akan menjadi imam kami nanti.
Setelah usai sholat berjamaah, seluruh santri dengan dipimpin Ibuk, berdzikir dan membaca doa-doa, yang saya ingat dibaca juga ayat kursi dan surat Alfatihah. Lumayan lama kami membaca dzikir dan doa-doa tersebut. Sesuai sholat berjamaah terdapat kegiatan Diniyah, yakni pengkajian kitab-kitab yang dipimpin oleh santri dari ponpes tersebut namun sudah menguasai kitab-kitab yang diajarkan. Diniyah dibagi menjadi tiga kelas sesuai dengan tingkatan kitabnya masing-masing. Kelompok kami dibagi menjadi 3 dan kemudian memasuki masing-masing kelas. Saya memilih kelas secara acak, namun ternyata saya kebagian kelas tingkatan paling awal. Saat itu Ustadz membahas tentang bab Taharah (bersuci). Ustadz membaca kitab kemudian menerjemahkannya kedalam bahasa Jawa halus, kemudian menjelaskannya.
Kitab-kitab yang dikaji di ponpes ini, diantaranya adalah:
1. Wustho : mustholah tajwid, whasoya, jurumiyah, sorof (amtsilah basrifiyah), jawahirul qalamiyah, lubabul hadits, safinatun naja.
2. SP : 'aqidatul awwal, tarikh islami, alala.
3. Ula : tuhfathul athfal, mabadi fiqih, taisirul kholaq, arbain nawawi, aqaid diniyah.
4. Ulya : fathul qarib, ta'lim muta'alim, al mu'awiyah, tafsir jalalan, durrotun nasihin, bulughul maram.
Seusai penjelasan, dibukalah sesi tanya jawab. Para santri sangat antusias dalam mengajukan pertanyaan. Pada saat itulah kami juga diminta untuk memberikan perkenalan dan penjelasan singkat mengenai IAIN Surakarta. Para santri pun juga tidak kalah antusias dalam bertanya, mengenai pengalaman kami, cara masuk IAIN, dan lain sebagainya.
Seusai kegiatan Diniyah, kami berziarah ke makam simbah dari Bapak Kyai bersama para santri. Disana kami men baca surat Yasin, Tahlil, Asmaul Husna dan beberapa bacaan lain. Sebelum maghrib, kami beranjak kembali menuju ponpes karena memasuki waktu makan. Sepulang dari makam, kami berlima langsung masuk kamar dan beristirahat. Tiba-tiba Mbak Nisa datang dan membawa nampan berisi makanan nasi beserta tiga macam sayur dan ditambah satu plastik krupuk. Terdapat satu sayur yang rasanya sedikit aneh karena saya belum pernah memakannya, seperti beraroma minyak telon. Tetapi sayur yang lain terasa nikmat, apalagi maka bersama dalam satu nampan.
Seusai makan, saya mandi, dan kemudian sholat maghrib berjamaah di Masjid ponpes. Sesuai sholat, kami membaca dzikir dan doa-doa seperti biasa, dan dilanjutkan khotbah oleh Bapak. Ketika Bapak khotbah, Bapak sering sekali menyanjung kami mahasiswa dari IAIN Surakarta yang justru membuat kami menjadi tidak enak hati. Bapak khotbah sampai memasuki waktu isya', jadi kami langsung sholat isya berjamaah. Seusai sholat isya, terdapat acara latihan khotbah oleh para santri. Para santri yang sudah diberi jadwal berkhotbah akan maju secara bergiliran.
Karena kebetulan malam itu malam jum'at atau kamis malam, setelah selesai acara khotbah dilanjutkan dengan yasinan dan tahlilan. Kemudian dilanjutkan bersholawatan bersama yang dilengkapi dengan iringan hadroh juga. Saat bersholawat ini saya dan teman-teman mengunjungi rumah Bapak untuk sedikit bertanya-tanya mengenai ponpes tersebut. Dari sinilah kami tahu banyak mengenai ponpes tersebut. Seusai bertanya-tanya, kami kembali ke masjid untuk mengikuti acara selanjutnya sampai benar-benar selesai seluruh acara. Acara selesai sekitar pukul 10 malam, dan kami tidak langsung tidur. Di dalam kamar, kami berlima masih mengobrol dan bercanda sampai sekitar pukul satu dini hari barulah kami tidur.
Keesokan harinya, kegiatan dimulai dari pukul 3 dini hari untuk melaksanakan sholat tahajud dan beberapa sholat malam lain, dan dilanjutkan dengan kegiatan masing-masing sampai memasuki waktu sholat subuh. Usai sholat subuh berjamaah para santri membaca Al-Qur'an sambil menghafal untuk setoran sampai matahari terbit. Kemudian para santri yang mendapat jatah piket hari itu mulai membersihkan pekarangan dan jalan depan ponpes, sedangkan sisanya memasak di dapur. Setelah itu para santri sarapan bersama dan dilanjutkan dengan kegiatan masing-masing, seperti bersiap ke sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan kami berjalan-jalan di depan ponpes dan menikmati sejuknya udara di pagi hari di sekitar ponpes. Setelah itu, kami kembali ke kamar, kemudian sarapan bersama dengan lauk yang seperti dilebih-lebihkan membuat kami merasa semakin merepotkan dan tidak enak hati.
Karena kami merasa semakin merepotkan, sebelum masuk waktu sholat jum'at kami sudah berpamitan pulang. Sebelum pulang, kami sempat berfoto bersama Ibuk dan beberapa santri putri. Saya merasa sangat berkesan dan memiliki pengalaman baru yang sangat berharga. Sebelum pulang saya sempat sedikit bersedih dan merasa ingin tinggal lebih lama lagi. Saya pun bilang kepada diri saya sendiri bahwa kelak entah kapan, saya ingin mengunjungi tempat ini lagi, karena saya merasa telah bertemu dengan keluarga baru yang sangat baik kepada saya. Senang rasanya bisa dipertemukan dengan orang-orang baik seperti beliau-beliau ini. Terima kasih ponpes Nurul Qur'an atas pengalaman yang sangat berharga.
Artikel ini murni saya buat sendiri, dan berikut ini adalah hasil cek plagiarisme.
Sabtu, 24 Maret 2018
Kamis, 22 Maret 2018
Terkikisnya Pengetahuan Orang Jawa Mengenai Aksara Jawa
Nama : Indah Bekti Wijayanti
NIM : 175231011
Kelas : PBS 2A
Terkikisnya Pengetahuan Orang Jawa Mengenai Aksara Jawa
Kita akan membahas mengenai sebuah hal yang terkesan tidak terlalu penting, tetapi apabila tidak diubah, kebiasaan tersebut bisa saja menjadi masalah yang cukup berarti. Kebiasaan masyarakat kebanyakan di suatu daerah yang kurang peduli terhadap sebuah pengetahuan yang cukup berharga. Pengetahuan mengenai sebuah gaya menulis menggunakan aksara, bukan abjad biasa. Aksara dari wilayah Jawa yang memiliki bentuk unik dan bermacam-macam yang mengandung bunyi tertentu di masing-masing bentuknya. Ya, aksara jawa.
Menurut Wikipedia, aksara jawa adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang biasa digunakan di wilayah Jawa khususnya. Aksara jawa utamanya berjumlah 20 buah, yang bunyinya terdiri dari ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Aksara jawa yang berbunyi semacam ini biasanya digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara aksara di daerah Jawa Barat, memiliki bunyi yang sedikit berbeda.
Untuk membuat tulisan atau suatu kalimat menggunakan aksara jawa tidak cukup hanya menggunakan aksara utama saja. Dibutuhkan pelengkap untuk bisa membuatnya menjadi bervokal u, i, e, dan o, atau bahkan membuatnya agar tidak bervokal atau konsonan, yang biasa disebut dengan sandangan. Selain huruf, untuk bentuk angka juga terdapat dalam aksara jawa, dan untuk menggunakan aksara angka juga terdapat aturan tersendiri. Di saat membuat kalimat aksara jawa, di awal dan akhir kalimat juga harus menggunakan karakter tersendiri.
Sekilas memang terlihat mudah-mudah saja membuat kalimat atau menulis menggunakan aksara jawa, tetapi sebenarnya membutuhkan pemahaman lebih agar kalimat yang kita buat bisa benar-benar sempurna. Selain itu, banyaknya aturan yang harus diterapkan saat menulis, juga bermacam-macam bentuk aksara yang harus dihafalkan, menambah kesulitan tersendiri yang mungkin akan membuat kita malas untuk menggunakan aksara jawa.
Maka wajar apabila di zaman sekarang ini, cukup jarang ditemukan suatu karya tulis menggunakan aksara jawa yang dibuat oleh generasi muda. Sebenarnya sesulit apapun, apabila dipelajari sengguh-sungguh dan dibiasakan menulis menggunakan aksara jawa, bisa saja menjadi ahli aksara jawa dengan mudah. Apalagi ditambah dengan pelajaran Bahasa Jawa yang tentu saja mengandung materi mengenai aksara jawa, telah diajarkan sejak Sekolah Dasar ini tentu lebih menambah kemudahan bagi kita, khususnya orang jawa untuk mempelajari dan memahami tentang aksara jawa.
Lantas apa yang membuat kita para generasi muda saat ini kebanyakan tidak mahir dalam menulis menggunakan aksara jawa, bahkan ingatan tentang bentuk aksara jawa pun telah terkikis, sementara kita sudah mendapatkan ajaran aksara jawa sejak SD? Itu karena, kebanyakan generasi muda saat ini, mempelajari aksara jawa hanya dianggap sebagai formalitas dan hanya dibutuhkan untuk memenuhi standar kelulusan, bukan untuk menambah pengetahuan ataupun melestarikan aksara jawa.
Selain itu, kurangnya penerapan dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan salah satu penyebab terkikisnya pengetahuan kita mengenai aksara jawa. Apabila saat ini kalian bertanya-tanya untuk apa bersusah payah mempelajari aksara jawa? Sementara menulis menggunakan huruf abjad biasa sangatlah mudah. Aksara jawa merupakan salah satu harta warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Tidakkah sayang sekali apabila aksara jawa akan hilang dari Jawa nantinya?
Jangan menunggu sampai negara lain atau wilayah lain mengakui sisi aksara jawa sebagai milik mereka. Jangan salahkan mereka, sementara mereka lebih mahir daripada kita sebagai orang jawa, dan kita tidak menjaganya dengan baik. Apakah setelah hal itu terjadi, barulah kita berbondong-bondong mempelajari dan menggunakan aksara jawa? Sudah terlambat, karena mereka telah mengakuinya dan lebih menguasai tentang hal tersebut. Harusnya, mulai sekarang kita sudah harus mulai berusaha untuk melestarikan aksara jawa.
Salah satunya dengan membentuk komunitas-komunitas pelukis aksara jawa, karena kaligrafi tidak hanya selalu menggunakan huruf arab, tetapi juga bisa menggunakan aksara jawa. Atau mungkin memproduksi karya tulis yang membahas tentang budaya Jawa, sehingga kita bisa menggunakan aksara jawa untuk metode penulisannya, dan juga masih banyak lagi cara lain yang bisa digunakan untuk melestarikan aksara jawa.
Untuk itu kita sebagai generasi muda, marilah mulai mengingat cara menulis menggunakan aksara jawa, dan mulai mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar tidak hilang dari ingatan. Walaupun untuk menghafal dan mengingat peraturan-peraturan dalam menulis aksara jawa itu cukup sulit, tetapi apabila dibiasakan dan dibarengi dengan minat yang kuat dan juga fokus dengan tujuan, tentu hal tersebut tidak menjadi sulit lagi bahkan bisa menjadi sangat mudah, tergantung diri kita masing-masing.
Dengan mempelajari aksara jawa, selain kita bisa melestarikan warisan budaya dan menambah keahlian, kita juga bisa mengambil manfaat lain, seperti mengajarkan kepada anak dan cucu kita kelak. Setidaknya kita tidak malu ketika anak ataupun cucu kita kelak menanyakan pekerjaan rumah yang didapatkannya dari sekolahan mengenai aksara jawa, kita jadi bisa membantunya untuk menyelesaikan PR tersebut. Selain itu, kita juga bisa membuat karya-karya hiasan yang bertemakan aksara jawa, seperti lukisan, kaligrafi, grafiti, dan lain sebagainya. Tergantung sekreatif apa kita memanfaatkan aksara jawa, agar dapat memberi keuntungan bagi kita, sambil melestarikan budaya sendiri, dan tidak hanya bangga dengan budaya asing.
Ironis memang, ketika generasi muda saat ini jauh lebih bangga dengan budaya asing daripada budayanya sendiri. Padahal apabila kita mau sedikit berbeda dengan orang lain kebanyakan, kita bisa menemukan keasyikan tersendiri dengan mempelajari budaya sendiri. Juga banyak manfaat yang bisa kita ambil untuk diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Sangat menarik bukan untuk mempelajari aksara jawa? Maka dari itu, marilah mulai kembali mengingat aksara jawa yang telah kita pelajari dan mulai mencari cara agar tidak sampai hilang dari ingatan.
NIM : 175231011
Kelas : PBS 2A
Terkikisnya Pengetahuan Orang Jawa Mengenai Aksara Jawa
Kita akan membahas mengenai sebuah hal yang terkesan tidak terlalu penting, tetapi apabila tidak diubah, kebiasaan tersebut bisa saja menjadi masalah yang cukup berarti. Kebiasaan masyarakat kebanyakan di suatu daerah yang kurang peduli terhadap sebuah pengetahuan yang cukup berharga. Pengetahuan mengenai sebuah gaya menulis menggunakan aksara, bukan abjad biasa. Aksara dari wilayah Jawa yang memiliki bentuk unik dan bermacam-macam yang mengandung bunyi tertentu di masing-masing bentuknya. Ya, aksara jawa.
Menurut Wikipedia, aksara jawa adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang biasa digunakan di wilayah Jawa khususnya. Aksara jawa utamanya berjumlah 20 buah, yang bunyinya terdiri dari ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Aksara jawa yang berbunyi semacam ini biasanya digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara aksara di daerah Jawa Barat, memiliki bunyi yang sedikit berbeda.
Untuk membuat tulisan atau suatu kalimat menggunakan aksara jawa tidak cukup hanya menggunakan aksara utama saja. Dibutuhkan pelengkap untuk bisa membuatnya menjadi bervokal u, i, e, dan o, atau bahkan membuatnya agar tidak bervokal atau konsonan, yang biasa disebut dengan sandangan. Selain huruf, untuk bentuk angka juga terdapat dalam aksara jawa, dan untuk menggunakan aksara angka juga terdapat aturan tersendiri. Di saat membuat kalimat aksara jawa, di awal dan akhir kalimat juga harus menggunakan karakter tersendiri.
Sekilas memang terlihat mudah-mudah saja membuat kalimat atau menulis menggunakan aksara jawa, tetapi sebenarnya membutuhkan pemahaman lebih agar kalimat yang kita buat bisa benar-benar sempurna. Selain itu, banyaknya aturan yang harus diterapkan saat menulis, juga bermacam-macam bentuk aksara yang harus dihafalkan, menambah kesulitan tersendiri yang mungkin akan membuat kita malas untuk menggunakan aksara jawa.
Maka wajar apabila di zaman sekarang ini, cukup jarang ditemukan suatu karya tulis menggunakan aksara jawa yang dibuat oleh generasi muda. Sebenarnya sesulit apapun, apabila dipelajari sengguh-sungguh dan dibiasakan menulis menggunakan aksara jawa, bisa saja menjadi ahli aksara jawa dengan mudah. Apalagi ditambah dengan pelajaran Bahasa Jawa yang tentu saja mengandung materi mengenai aksara jawa, telah diajarkan sejak Sekolah Dasar ini tentu lebih menambah kemudahan bagi kita, khususnya orang jawa untuk mempelajari dan memahami tentang aksara jawa.
Lantas apa yang membuat kita para generasi muda saat ini kebanyakan tidak mahir dalam menulis menggunakan aksara jawa, bahkan ingatan tentang bentuk aksara jawa pun telah terkikis, sementara kita sudah mendapatkan ajaran aksara jawa sejak SD? Itu karena, kebanyakan generasi muda saat ini, mempelajari aksara jawa hanya dianggap sebagai formalitas dan hanya dibutuhkan untuk memenuhi standar kelulusan, bukan untuk menambah pengetahuan ataupun melestarikan aksara jawa.
Selain itu, kurangnya penerapan dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan salah satu penyebab terkikisnya pengetahuan kita mengenai aksara jawa. Apabila saat ini kalian bertanya-tanya untuk apa bersusah payah mempelajari aksara jawa? Sementara menulis menggunakan huruf abjad biasa sangatlah mudah. Aksara jawa merupakan salah satu harta warisan budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Tidakkah sayang sekali apabila aksara jawa akan hilang dari Jawa nantinya?
Jangan menunggu sampai negara lain atau wilayah lain mengakui sisi aksara jawa sebagai milik mereka. Jangan salahkan mereka, sementara mereka lebih mahir daripada kita sebagai orang jawa, dan kita tidak menjaganya dengan baik. Apakah setelah hal itu terjadi, barulah kita berbondong-bondong mempelajari dan menggunakan aksara jawa? Sudah terlambat, karena mereka telah mengakuinya dan lebih menguasai tentang hal tersebut. Harusnya, mulai sekarang kita sudah harus mulai berusaha untuk melestarikan aksara jawa.
Salah satunya dengan membentuk komunitas-komunitas pelukis aksara jawa, karena kaligrafi tidak hanya selalu menggunakan huruf arab, tetapi juga bisa menggunakan aksara jawa. Atau mungkin memproduksi karya tulis yang membahas tentang budaya Jawa, sehingga kita bisa menggunakan aksara jawa untuk metode penulisannya, dan juga masih banyak lagi cara lain yang bisa digunakan untuk melestarikan aksara jawa.
Untuk itu kita sebagai generasi muda, marilah mulai mengingat cara menulis menggunakan aksara jawa, dan mulai mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar tidak hilang dari ingatan. Walaupun untuk menghafal dan mengingat peraturan-peraturan dalam menulis aksara jawa itu cukup sulit, tetapi apabila dibiasakan dan dibarengi dengan minat yang kuat dan juga fokus dengan tujuan, tentu hal tersebut tidak menjadi sulit lagi bahkan bisa menjadi sangat mudah, tergantung diri kita masing-masing.
Dengan mempelajari aksara jawa, selain kita bisa melestarikan warisan budaya dan menambah keahlian, kita juga bisa mengambil manfaat lain, seperti mengajarkan kepada anak dan cucu kita kelak. Setidaknya kita tidak malu ketika anak ataupun cucu kita kelak menanyakan pekerjaan rumah yang didapatkannya dari sekolahan mengenai aksara jawa, kita jadi bisa membantunya untuk menyelesaikan PR tersebut. Selain itu, kita juga bisa membuat karya-karya hiasan yang bertemakan aksara jawa, seperti lukisan, kaligrafi, grafiti, dan lain sebagainya. Tergantung sekreatif apa kita memanfaatkan aksara jawa, agar dapat memberi keuntungan bagi kita, sambil melestarikan budaya sendiri, dan tidak hanya bangga dengan budaya asing.
Ironis memang, ketika generasi muda saat ini jauh lebih bangga dengan budaya asing daripada budayanya sendiri. Padahal apabila kita mau sedikit berbeda dengan orang lain kebanyakan, kita bisa menemukan keasyikan tersendiri dengan mempelajari budaya sendiri. Juga banyak manfaat yang bisa kita ambil untuk diri sendiri dan orang lain di sekitar kita. Sangat menarik bukan untuk mempelajari aksara jawa? Maka dari itu, marilah mulai kembali mengingat aksara jawa yang telah kita pelajari dan mulai mencari cara agar tidak sampai hilang dari ingatan.
Langganan:
Postingan (Atom)