Nama : Indah Bekti Wijayanti
Kelas : 1A PBS
Masjid Syuhada terletak di kampung Kroyo rt: 01 / rw: 01,
kelurahan Kroyo, kecamatan Karangmalang, kabupaten Sragen. Masjid yang telah
mengalami pembongkaran dan pembangunan kembali ini merupakan masjid pertama di
kampung Kroyo. Entah apa alasannya masjid ini sering direnovasi. Masjid ini juga
memiliki keunikan lain, yakni adanya makhluk-makhluk ghaib yang sering
diperbincangkan banyak orang, lalu tentang pengaruh masjid yang sangat membantu
dalam perkembangan agama di kampung Kroyo, juga tentang pembangunannya.
Saya mendapatkan informasi tentang masjid ini dari Bapak
Subandi, yang biasa dipanggil Pak Bandi, selaku takmir masjid Syuhada, dan
tempat tinggal beliau juga berdekatan dengan masjid. Beliau berumur sekitar 40
tahun, namun beliau sangat terkenal namanya dikampung Kroyo. Selain dari hasil
wawancara saya kepada bapak Bandi, saya juga melakukan observasi secara
langsung terhadap masjid Syuhada ini, guna menambah informasi yang bisa saya
sampaikan.
Saya membuat tulisan ini bertujuan agar orang lain bisa
mengetahui tentang keunikan masjid yang ada di kampung saya, dan saya berharap
ada amanat yang bisa di ambil setelah membaca tulisan ini sampai akhir. Nama
Masjid Syuhada diusulkan oleh sang pendiri masjid, dan di setujui oleh para
tetua kampung. Masjid yang dulunya hanya berupa langgar biasa ini, di bangun
sejak sekitar tahun 1970an, dan setelah kira-kira dalam kurun waktu sepuluh
tahun, langgar tersebut baru direnovasi menjadi masjid.
Terdapat banyak perbedaan antara langgar sebelum direnovasi
dan setelah direnovasi. Diantaranya adalah, ketika masih berbentuk langgar, disini
belum ada adzan yang menggunakan pengeras suara, hanya dibantu dengan bedug
masjid agar bisa di dengar orang banyak. Selain itu, ketika masih berupa
langgar, langgar ini hanya digunakan untuk sholat berjamaah lima waktu saja,
dan selain itu tidak terdapat kegiatan apapun, entah itu kegiatan
kemasyarakatan maupun keagamaan.
Ukuran langgar juga cenderung sempit bila dibanding dengan
luas masjid saat ini. Dan didalamnya pun hanya terdapat satu ruangan, pemisah
antara jamaah laki-laki dan perempuan hanya dipisah dengan sekat yang terbuat dari
pipa paralon yang di beri kain sebagai pembatasnya. Kemudian, dengan alasan-alasan
tertentu, dan dengan dorongan-dorongan masyarakat yang dibantu dengan para
donatur, langgar tersebut pun direnovasi menjadi masjid. Ruang yang sempit dan
kecil, menjadi alasan utama, karena semakin lama jamaah semakin bertambah,
apalagi saat memasuki bulan Ramadhan.
Selain itu, karena para jamaah masjid yang di dominasi oleh para
orang tua, ingin memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya, seperti
mengaji TPQ, namun karena fasilitas yang kurang memadai, akhirnya ini juga
menjadi pendorong perenovasian masjid. Sebenarnya perbedaan antara langgar
dengan masjid, bukan hanya terlihat dari bentuknya dan luasnya saja, tetapi
juga dapat dilihat dari penggunaan masjid, kegiatan-kegiatan yang berlangsung
disana, fasilitas-fasilitas yang terdapat didalamnya, dan masih banyak lagi
yang bisa kita lihat dan rasakan. Dengan bergotong royong, para penduduk kampung
bekerja bakti merenovasi masjid.
Masalah pembiayaan dan keuangan, sudah ada donatur yang
memang sejak berbentuk langgar, beliaulah yang paling berjasa, mulai dari
pembelian bahan bangunan hingga tanah tempat berdirinya masjid, itu adalah
hasil sumbangan beliau dan dibantu dengan bantuan swadaya masyarakat. Setelah
dibangun menjadi masjid, tentu keadaan sangat berbeda dibandingkan saat masih
berbentuk langgar. Mulai dari bentuk dan penggunaan dari masjid itu sendiri.
Setelah perenovasian masjid selesai, masjid terlihat lebih
megah, terdapat dua ruangan yang digunakan masing-masing untuk jamaah perempuan
dan jamaah laki-laki. Penggunaan bedug sudah dihilangkan, karena saat
mengumandangkan adzan sudah menggunakan pengeras suara. Selain itu, masjid juga
digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan lain selain sholat berjamaah lima
waktu. Seperti, pengajian TPQ bagi anak-anak yang ingin belajar membaca al-qur'an,
pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak, tempat untuk rapat membahas tentang
keagamaan di kampung, dan lain sebagainya.
Juga dari segi fasilitas yang ada di dalamnya, seperti penerangan
yang cukup, adanya kipas angin, kamar mandi yang dilengkapi dengan wc, tempat
wudhu yang lebih luas, dan tentunya tempat sholat yang lebih luas. Namun,
dibalik beberapa kelebihannya, masjid ini masih memiliki beberapa kekurangan,
yakni belum adanya ruangan khusus yang digunakan untuk tempat bagi kegiatan-kegiatan
keagamaan selain sholat, kegiatan-kegiatan ini harus menggunakan tempat sholat
berjamaah laki-laki, karena memang ini adalah ruang utama dan lebih luas
dibanding tempat bagi jamaah perempuan.
Bahkan dimasjid ini pun tidak ada serambi, atau teras yang
digunakan untuk duduk-duduk ataupun sekedar menunggu waktu sholat. Orang-orang
biasanya memilih duduk di tangga depan pintu masuk masjid, ataupun di teras
rumah warga yang tepat berada di depan masjid. Namun kekurangan ini bukan tanpa
alasan, keterbatasan luas tanah menjadi faktor utamanya. Karena di samping kiri,
kanan, depan, dan belakang sudah terdapat pekarangan dan rumah warga.
Setelah selesai direnovasi menjadi masjid, jamaah masjid
menjadi semakin ramai. Para kaum masjid menjadi bersemangat berangkat ke masjid
baru ini. Dan ini menjadi kemajuan tersendiri bagi kampung Kroyo dalam bidang
agama, karena orang yang sebelumnya tidak melaksanakan sholat, sekarang dia
mengerjakan, dan orang yang sebelumnya tidak tahu atau pengetahuannya tentang
agama kurang, sekarang menjadi bertambah berkat adanya pengajian.
Kemajuan keagamaan ini juga berkat para ulama atau orang
yang ilmu agamanya tinggi, merek mendatangi rumah-rumah, yang laki-lakinya
tidak pernah terlihat di masjid. Memberikan pengertian-pengertian mendasar
tentang agama, dan mengaja mereka untuk sholat berjamaah di masjid. Ada orang
yang menanggapi dengan positif, dan mengikuti ajakan untuk sholat berjamaah di
masjid, ada juga yang bersikap acuh bahkan mengusir para ulama yang datang.
Setelah masjid menjadi ramai, dan bahkan jamaah yang
rumahnya jauh pun rela datang ke masjid untuk sholat berjamaah ataupun
mengikuti kegiatan keagamaan. Untuk mempermudah jamaah yang jarak tempat
tinggalnya jauh dengan masjid, dibangunlah mushola ditempat lain yanh sedikit
jauh dengan masjid Syuhada. Hal ini membuat jamaah di masjid Syuhada berkurang,
dan semakin lama semakin berkurang. Kebanyakan jamaahnya adalah orang-orang
lansia.
Walaupun masjid semakin lama semakin sepi, tetapi jika memasuki
bulan Ramadhan jamaahnya bertambah sangat banyak. Bahkan ruangan di dalam
masjid ini tidak cukup untuk menampung para jamaahnya. Sehingga, orang-orang
yang tidak kebagian tempat di dalam, mereka menggelar tikar dan sholat di
pelataran ataupun emperan rumah warga. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
gagasan pemikiran untuk merenovasi kembali masjid ini.
Namun, ketika rencana ini disampaikan kepada donatur utama
yang sebelumnya membiayai pembangunan masjid, beliau justru malah terkesan tidak
setuju. Untuk itu, perenovasian di batalkan. Namun, selang beberapa tahun,
donatur tersebut meninggal, dan selang satu tahun, istrinya juga meninggal.
Entah kenapa, rencana perenovasian masjid kembali muncul, dan kali ini tidak
ada yang menghalangi. Dengan alasan kurangnya ruang, dan masjid juga sudah
terlihat kuno, akhirnya masjid ini direnovasi kembali.
Pada tahun 2016 dilaksanakanlah perenovasian, dan dalam
kurun waktu lebih dari enam bulan akhirnya perenovasian masjid ini selesai.
Masjid yang baru terdiri dari dua lantai, lantai bawah terdiri dari dua ruangan.
Sebelah kiri untuk jamaah laki-laki, dan sebelah kanan untuk jamaah perempuan.
Sementara untuk lantai atas, digunakan untuk ruang serba guna. Fasilitas-fasilitas
masjid setelah direnovasi juha semakin lengkap. Karena saya melakukan observasi
saat keadaan masjid telah direnovasi menjadi dua lantai, jadi saya akan
membabarkan fasilitas yang ada saat ini.
Pada ruang utama, bau khas bangunan baru tercium, dengan nuansa
cat berwarna putih bercampur hijau, dengan karpet bercorak masjid yang berwarna
merah dan hijau menutup seluruh permukaan lantai. Disini terdapat enam jendela kaca
besar di bagian depan, lima kipas angin yang tersebar ditambah satu di bagian tempat
imam. Dengan delapan lampu ditambah satu lampu dibagian tempat imam, membuat ruang
utama ini menjadi cukup terang. Di sini terdapat satu buah jam analog di bagian
belakang dan satu buah jam digital yang dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan
waktu sholat yang terletak di bagian depan.
Juga terdapat satu buah almari di bagian pojok belakang yang
berisi beberapa al-qur'an, buku iqro', buku yasin, dan sajadah. Juga terdapat mimbar
bagi khotib yang berdiri kokoh di sebelah tempat imam. Dan disebelah kiri ruangan
ini ada pintu yang langsung terhubung ke tempat wudhu bagi jamaah laki-laki yang
juga dilengkapi dengan toilet. Kemudian ke ruang sebelah kanan dari ruang utama,
di sinilah ruang bagi jamaah perempuan. Ruangan ini terlihat lebih sederhana dibanding
ruang utama, hanya ada dua kipas angin di samping kiri dan kanan, ditambah satu
di bagian tengah.
Sumber penerangannya berasal dari empat buah bola lampu di setiap
pojok dan dibantu dengan empat jendela kecil di sebelah kanan. Disini juga terdapat
etalase yang berisi empat stel mukena, dan dua sajadah. Dan lantainya ditutup karpet
yang bercorak sama dengan ruang utama. Dan di sebelah kanan terdapat pintu yang
langsung terhubung ke tempat wudhu perempuan, yang juga dilengkapi dengan toilet.
Kemudian ke lantai dua, naik melalui tangga yang berada di samping kiri bangunan
masjid ini.
Nuansa cat di lantai dua senada dengan ruang-ruang yang lain,
hanya saja disini terlihat lebih lapang karena tidak terlalu banyak perabotan yang
mengisi. Dibawahnya terdapat karpet hijau polos yang menutup seluruh bagian lantai,
di dindingnya terdapat satu buah jam analog, empat kipas angin di setiap sudut,
dan empat lampu diatasnya. Kemudian tentang kegiatan-kegiatan keagamaan yang
ada di masjid Syuhada ini, seperti pengajian
TPQ bagi anak-anak. Pesertanya sekitar 20 orang anak pada hari-hari biasa, dan bisa
mencapai 100 anak pada bulan Ramadhan.
TPQ dipandu oleh seorang ustadz, yang di bantu dua atau tiga
orang remaja muslim pada hari biasa, dan bisa mencapai sepuluh orang lebih pada
bulan Ramadhan. Selain itu ada kajian rutin bagi bapak-bapak dan ibu-ibu. Pengajian
bapak-bapak biasa diadakan setiap malam selasa atau senin malam, biasanya di isi
dengan membaca al-qur'an secara bergiliran, dan dipimpin oleh seorang takmir masjid,
dengan peserta sekitar 15 orang. Sementara untuk pengajian ibu-ibu diadakan setiap
malam jumat atau kamis malam, biasanya di isi dengan membaca surat yasin dan al-qur'an
secara bersama-sama, dengan peserta sekitar 50 orang, dan dipimpin oleh seorang
yang dituakan atau di hormati.
Selain keunikan tentang seringnya masjid ini direnovasi, ada
informasi lain yang saya dapatkan, bahwa ternyata pernah terdapat kejadian
mistis di dalam masjid ini, dan juga kabar-kabar dari warga sekitar bahwa
terdapat beberapa tempat yang dianggap angker disekitar masjid ini. Salah satu
kejadian tersebut adalah, pernah suatu ketika,
waktu bulan Ramadhan, ada seseorang yang berniat untuk berdiam diri di masjid, mencari
malam lailatul qadar, dan ternyata sebenarnya malam itu bukan malam ganjil, seseorang
itu datang sendirian.
Dia bercerita katanya malam itu ada
yg menyuguhi makanan, padahal tidak ada siapapun, dia juga makan sambil tetap beribadah,
selesai itu, karena dia sendirian dan katanya hawanya tidak enak dia langsung pulang.
Keesokan harinya, dia lewat depan rumah salah satu takmir, sambil bilang, tadi malam
makanan banyak banget tidak ada yang makan, tidak ada orang soalnya. Lalu si
takmir memeriksa kedalam masjid, tidak ada apa-apa, dan setelah cerita-cerita, sepertinya
itu kerjaannya jin yang tinggal disana, karena memang malam itu tidak ada siapa-siapa
yamg datang, apa lagi mengantarkan makanan. Namun juga tidak ada yang tahu
secara pasti tentang kejadian tersebut, wallahu'alam.
Selain itu, terdapat cerita mistis lain yang saya dengar
dari masyarakat sekitar, yakni tentang adanya kebun di belakang masjid,
dan disana terdapat pohon nangka besar dan berusia cukup tua, dan letaknya
berada di dekat tempat wudhu perempuan, warga sekitar banyak yang bilang bahwa
di tempat itu ada penunggunya, tapi tidak mengganggu, cuma terkadang menampakkan
diri, dan karena ini masjid juga sudah termasuk tua , jadi banyak jin yang tinggal
di dalamnya, namun jin muslim.
Mungkin cukup sekian, cerita yang dapat saya sampaikan,
semoga bermanfaat. Dan semoga, ini bisa menjadikan pengertian bagi kita semua,
bahwa peradaban Islam telah sangat berkembang di Indonesia. Di zaman sekarang, tidaklah
sulit bagi kita kaum muslim untuk mencari masjid bila ingin menunaikan ibadah.
Semoga semakin berkembangnya Islam dapat juga meningkatkan iman kita terhadap
agama Islam ini. Aamiin.
hasil plagramme |